Rabu, 09 Desember 2015

Tugas3 - Sistem Informasi Psikologi: Cita-cita dan Harapan


Setiap orang pasti mempunyai cita-cita dan harapan. Bagi saya cita-cita maupun harapan itu seperti tujuan hidup, walaupun sebagaian orang menganggap cita-cita itu hanyalah sebuah impian belaka. Mengapa saya beranggapan bahwa cita-cita maupun harapan itu seperti tujuan hidup? Karena dalam hidup pasti ada sesuatu yang ingin kita tuju, sesuatu yang ingin kita gapai dan sesuatu tersebut ingin kita nikmati. Cita-cita merupakan sebuah keinginan, harapan, impian, atau tujuan yang selalu ada dalam pikiran dimana kita melakukan suatu usaha untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Bicara mengenai cita-cita memang tak ada habisnya. Sejak kecil kita kerap kali ditanya tentang “apa cita-cita kamu?” oleh orang dewasa, baik oleh ayah, ibu, om, tante, kakek, nenek, ataupun guru. Pada saat saya masih kecil, ketika ditanya mengenai hal tersebut, saya selalu menjawab ingin  menjadi dokter. Jawaban yang mainstream dengan anak kecil lainnya. Saya menjawab demikian karena pada waktu itu saya berpikiran bahwa menjadi dokter adalah suatu pekerjaan yang mulia karena bisa membantu orang yang sakit supaya lekas sembuh.
Namun sekarang jika saya ditanya mengenai cita-cita, jujur saja saya masih bingung untuk menjawabnya. Walau demikian, saya masih mempunyai harapan. Harapan saya saat ini adalah lulus kuliah tepat waktu dengan IPK yang bisa membanggakan kedua orangtua. Itulah harapan saya saat ini dan saya harus mewujudkan hal itu. Lalu harapan saya setelah saya lulus kuliah nanti apa? Tentunya saya ingin mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan profesi saya dibidang psikologi. Sempat terlintas dalam pikiran saya, ketika saya sudah lulus kuliah nanti saya ingin kerja dibagian HRD. Memilih HRD karena saya tergiur dengan gajinya yang lumayan dan tugas sebagai HRD yang menurut saya sebagai suatu tantangan karena dalam merekrut karyawan baru yang berkompeten itu tidaklah mudah. Kemudian seiring berjalannya waktu, saya berubah pikiran dan ingin menjadi dosen. Ingin menjadi dosen karena saya berpikir bahwa menjadi dosen selain bisa sharing tentang ilmu pengetahuan, tentunya bertemu dengan banyak mahasiswa yang berbeda-beda karakternya sehingga ketika dalam bekerja terasa tidak membosankan. Namun jika menjadi dosen saya harus menempuh pendidikan gelar S2 dan saya masih mempertimbangkan hal itu. Terakhir yang terlintas dalam pikiran saya saat ini adalah menjadi PNS. Selain karena gajinya yang lumayan, dan kita tidak perlu khawatir jika saatnya nanti harus pensiun, karena tunjangan pensiun sebagai PNS sudah terjamin. Ketiga hal tersebut masih sering terpikirkan oleh saya mengenai pekerjaan saya kelak. Namun selama saya bisa mendapat pekerjaan yang masih berhubungan dengan dunia psikologi, saya tetap menyukainya, karena passion saya memang di bidang psikologi, dimana saya senang bisa bertemu dengan banyak orang dan memahami karakter tiap-tiap orang, bisa berbagi ilmu mengenai dunia psikologi, atau merekrut karyawan baru masuk ke dalam suatu perusahaan atau bahkan menjadi seorang konselor dimana seorang konselor membantu menyelesaikan permasalahan seseorang.
Apapun profesi saya kelak, saya ingin menjadi orang sukses. Sukses bagi saya adalah saya ingin menjadi orang yang berguna/bermanfaat bagi orang banyak, tidak hanya berguna untuk keluarga ataupun teman-teman saja, namun berguna untuk semua orang. Dan kesuksesan dapat kita raih tak luput dari rasa syukur kita terhadap apa yang telah kita peroleh sampai saat ini.

Sabtu, 07 November 2015

Sistem Informasi Psikologi (TUGAS 2)

PENERAPAN SISTEM INFORMASI DI BIDANG PSIKOLOGI

A.    Pengertian Sistem Informasi Psikologi
Sistem informasi didefinisikan sebagai suatu alat untuk menyajikan informasi dengan cara sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya (Kertahadi, dalam Fatta, 2007). Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang jiwa. Psikologi merupakan studi yang sistematik dan ilmiah tentang perilaku dan proses mental (Plotnik, dalam Basuki 2008). Jadi, sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang terintegrasi dimana sistem tersebut menyediakan informasi-informasi yang berhubungan dengan psikologis sehingga bermanfaat bagi penggunanya.
Sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang dapat dijadikan untuk meningkatkan pengguna dalam pengambilan suatu keputusan terhadap penelitian, perencana dan pengelolaan.

B.     Contoh Penerapan Sistem Informasi Psikologi
Penerapan sistem informasi di bidang psikologi sudah banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari, beberapa diantaranya adalah untuk:
ü   Penyeleksian karyawan
   Di era yang sudah modern ini, tidak sedikit perusahaan yang sudah menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya juga. Selain itu, kini perusahaan juga menerapkan pengiriman lamaran kerja dan proses wawancara secara online.

ü    E-Counseling atau Email Counseling
    E-Counseling adalah salah satu bentuk nyata aplikasi dari teknologi informasi bidang psikolog. E-Counseling merupakan merupakan pelayanan intervensi psikologi   yang   dilakukan   melaui   internet,   dimana   proses   terapi   terlebih   dahulu dilakukan melaui media ini, untuk kemudian menyusun rencana dalam melakukan intervensi psikologi secara   face-to-face  akan   dilakukan.  Fungsi  dari  e-counseling adalah untuk membantu terapis dalam mengumpulkan sejumlah data yang terkait dengan kliennya sebelum akhirnya terapis dan klien sepakat untuk bertemu secara langsung untuk melakukan proses terapis selanjutnya. E-counseling ini dapat digunakan untuk kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa sekalipun.

ü  Tes Kepribadian
     Salah satu jenis tes kepribadian yang dapat diakses melalui internet ialah Tes Rorschach atau bercak tinta. Tes-Ro merupakan salah satu sarana proyeksi yang dapat digunakan untuk mengungkap kepribadian. Secara manual, tes Rorschach menggunakan 10 kertas bercak tinta yang akan diunjukan oleh tester kepada testee. Namun dengan adanya software tes Rorschach yang dapat diakses melalui internet, memudahkan testee untuk mengikuti tes ini karena secara waktu dan tenaga menjadi lebih efektif dan efisien. (http://theinkblot.com)

ü    Program SPSS
   Program SPSS dibuat untuk membantu berbagai bidang ilmu dalam mempermudah pengembangan ilmu tersebut. Psikologi pun menggunakan aplikasi ini dalam membantu mengolah data. Aplikasi SPSS sangat  membantu  bidang psikologi  ketika seseorang   sedang   melakukan   penelitian   di   bidang   psikologi   dengan   metode kuantitatif. Dalam suatu penelitian, jumlah subjek yang dibutuhkan oleh peneliti pasti tidak sedikit. Oleh karena itu, untuk   memperoleh   hasil  data yang   akurat dibutuhkan aplikasi yang mendukung, yakni program SPSS.  Peranan SPSS disini ialah  mengolah data yang telah diperoleh oleh peneliti dan data yang telah diperoleh bukanlah data yang sedikit.  Jika pengolahan data dilakukan secara manual, maka adanya kemungkinan akan terjadi kelelahan, hasil yang tidak akurat, dan akan sangat membuang energi dalam pelaksanaanya.

Sumber:

Basuki, H. (2008). Psikologi umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Fatta, H.A. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta: Andi.

Kurniawati, A. Sistem informasi. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2015, dari http://ana.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/33562/SISTEM%2BINFORMASI.ppt



                                                                 

Rabu, 07 Oktober 2015

Sistem Informasi Psikologi (TUGAS1)


         I            Pengertian Sistem Informasi
          Sistem informasi didefinisikan sebagai suatu alat untuk menyajikan informasi dengan      cara sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya (Kertahadi, dalam Fatta,             2007).
     Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengelolaan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial, dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang dibutuhkan (Hutahaean, 2014).
     Lain halnya dengan Murhada dan Giap (2011) mengemukakan bahwa sistem informasi adalah sistem yang mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan menyebarkan data dan informasi. Sistem informasi dibuat sesuai dengan keperluan organisasi dan tingkatan manajemen-nya. 
    Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi dengan cara mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan menyebarkan data dan informasi yang bersifat manajerial sehingga dapat bermanfaat bagi penerimanya.

      II            Kemampuan Sistem Informasi
            Sistem informasi telah digunakan sejak dahulu untuk mendukung operasional suatu organisasi, untuk melakukan pengambilan keputusan, dan untuk perencanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini beberapa kemampuan dari sistem informasi, diantaranya: (a) Melaksanakan komputasi numerik, bervolume besar dengan kecepatan tinggi, (b) menyediakan komunikasi dalam organisasi yang murah, akurat, dan cepat, (c) menyimpan informasi dalam jumlah yang sangat besar dalam ruang yang kecil tetapi mudah diakses, (d) memungkinkan pengaksesan informasi yang sangat banyak di seluruh dunia dengan cepat dan murah, (e) menyajikan informasi dengan jelas yang menggugah pikiran manusia, (f) mempercepat pengetikan dan penyuntingan, (g) meningkatkan efektivitas dan efisiens orang-orang yang bekerja dalam kelompok dalam suatu tempat atau pada beberapa lokasi.

   III            Contoh Sistem Informasi
            Berbagai contoh sistem informasi dapat disaksikan diberbagai tempat, antara lain:
  1. Sistem pemesanan (reservasi) tiket, baik pesawat terbang, kapal laut, dan kereta yang dapat disaksikan dibeberapa agen perjalanan.
  2. Sistem POS (point of sale) yang digunakan di-counter pasar swalayan dan supermarket ketika pelanggan akan membayar belanjaannya.
  3. Pelayanan nasabah bank ketika menabung maupun menarik uang diberbagai counter/teller bank.
  4. Sistem informasi persediaan barang maupun sistem inventaris di berbagai kantor.
  5. Sistem pelayanan kredit kendaraan untuk mengelola informasi pembayaran dan hutang para pelanggan.
  6. Sistem pencatatan dan peng-inderaan jarak jauh untuk memantau aktivitas disekitar kawah gunung berapi (Sistem Informasi Geografis).
  7. Sistem akuntasi diberbagai outlet toko dan berbagai sistem lainnya.
  8. Sistem berbasiskan kartu cerdas (smart card)
  9. Sistem Informasi Rumah Sakit, dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis komputer maka dibuatlah sistem pelayanan rumah sakit yang terintegrasi, yaitu mulai dari proses pendaftaran, proses rawat (jalan atau inap) dan proses pulang.
  10. Sistem Informasi Psikologi, contohnya deawasa ini perusahaan banyak menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya juga.
  11. Sistem Informasi Akademik, dll.


            Sistem informasi tidak selalu rumit/kompleks sehingga harus dilakukan dengan bantuan program dalam jaringan, adakalanya sistem informasi sangat sederhana misalnya hanya dengan menggunakan buku dan pulpen (manual), dengan kata lain sistem informasi bergantung pada kondisi organisasi yang menggunakannya. Sistem informasi yang menggunakan komputer disebut sebagai Computer Based Information System (CBIS), atau sistem informasi berbasis komputer.

Sumber:
Fatta, H.A. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing                          perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta: Andi.

Hutahaean, J. (2014). Konsep sistem informasi. Yogakarta: Deepublish.
Murhada & Giap, Y.C. (2011). Pengantar teknologi informasi. Jakarta: Penerbit Mitra       Wacana              Media.

Sabtu, 09 Mei 2015

Tugas 2: TERAPI KELOMPOK


I. Pengertian Terapi Kelompok
            Menurut Suharto (2007) Terapi Kelompok adalah salah salah satu metoda pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya.  Terdapat definisi formal dari beberapa tokoh mengenai Terapi Kelompok (dalam  Suharto, 2007) sebagai berikut:
1.      Terapi Kelompok adalah metoda pekerjaan sosial dengan mana pengalaman-pengalaman kelompok digunakan oleh pekerja sosial sebagai medium praktik utama yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian sosial, pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok (Margaret E. Hartford).
2.      Terapi Kelompok adalah suatu metoda khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu dan kelompok untuk tumbuh dalam setting-setitng fungsional pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan (Harleigh B. Trecker).
3.      Terapi Kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuan utamanya untuk membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki penyesuaian sosial mereka dan tujuan keduanya untuk membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat (Nasional Association of Social Work/NASW).
            Sehingga dapat disimpulkan bahwa Terapi Kelompok adalah suatu metoda pekerjaan sosial dimana kelompok digunakan sebagai media untuk membantu anggota-anggota dalam kelompok untuk memperbaiki penyesuaian sosial mereka serta dapat mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat.
            Penekanan dalam Terapi Kelompok (dalam Slamet, 2007) ialah memahami gangguan dalam relasi interpersonal dan mengurang gangguan itu dalam setting kelompok. Anggota kelompok biasanya berkisar dari 5 sampai 10 anggota. Terapi kelompok dapat berlangsung selama beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun dan biasanya dilakukan seminggu sekali.  Keunggulan dalam Terapi Kelompok ialah bahwa anggota kelompok dianggap mewakili suatu lingkungan interpersonal dengan lebih baik daripada hanya satu orang terapis, sehingga dapat lebih menjamin perbaikan hubungan interpersonal.

II. Cara melakukan terapi kelompok
            Menurut Zastrow (dalam Suharto, 2007) tahap-tahap dalam melakukan Terapi Kelompok ada lima, yaitu diantaranya  tahap intake, tahap asessmen dan perencanaan intervensi, tahap penyeleksian anggota, tahap pengembangan kelompok serta tahap evaluasi dan terminasi.
1.      Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan mengenai masalah spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. Tahap ini disebut juga sebagai tahap kontrak antara pekerja sosial (terapis) dengan klien, karena pada tahap ini dirumuskannya persetujuan dan komitmen antara mereka unutk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.
2.      Tahap Asessmen dan Perencanaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama dengan anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahana masalah. Dalam kenyataannya, tahap ini tidaklah definitive, karena hakekatnya kelompok senantiasa berjalan secara dinamis sehingga memerlukan penyesuaian tujuan-tujuan dan rencana intervensi.
3.      Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok. Dalam beberapa kasus penyelesaian anggota kelompok didasarkan pada pertimbangan bahwa orang tersebut akan mampu memberikan kontribusi terhadap kelompok (usia, jenis kelamin, status sosial) perlu dipertimbangkan dalam tahap ini. Minat dan ketertarikan individu terhadap kelompok juga penting diperhatikan, karena anggota yang memiliki perasaan positif terhadap kelompok akan terlibat dalam berbagai kegiatan secara teratur dan konsisten.
4.      Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul pada tahap ini, dan akan mempengaruhi serta dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas serta relasi-relasi yang berkembang dalam kelompok. Pekerja sosial pada tahap ini harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok mencapai tujuan-tujuannya.
5.      Tahap Evaluasi dan Terminasi
Pada tahap evaluasi, dilakukukan pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Selanjutnya, setelah melakukan evaluasi dan monitoring (monitoring adalah pemantauan proses dan keberhasilan kelompok yang dilakukan pada setiap phase), dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagai berikut: (a) tujuan individu maupun kelompok telah tercapai, (b) waktu yang ditetapkan telah berakhir, (c) kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, (d) keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.

            Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian beasar berasal dari jenis-jenis terapi individual (Tomb, 2004), diantaranya:
1.      Kelompok Eksplorasi Interpersonal – tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tetang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung. Oleh karena itu, dapat meningkatkan harga diri. Tipe ini yang paling umum dilakukan.
2.      Kelompok Bimbingan Inspirasi – kelompok yang sangat terstruktur, kohesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya tilikan dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar (misal, alcoholis anonymus). Anggota kelompok dipilih seringkali karena mereka “mempunyai problem yang sama”.
3.      Terapi Berorientasi Psikoanalitik – suatu teknik kelompo dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interpretasi tentang konflik nirsadar pasien dan memprosesnya dari observasi interaksi antar anggota kelompok.

III.  Manfaat Terapi Kelompok
Beberapa manfaat yang didapatkan dari Terapi Kelompok yaitu diantaranya:
1.      Dapat membentuk perubahan perilaku terhadap  dari  klien. Perubahan perilaku yang diubah mengarah pada kebiasaan dari klien sehingga klien mendapatkan pemahaman kenapa perilaku yang sudah menjadi kebiasaannya dianggap tidak diharapkan kelompok.
2.      Membentuk sosialisasi
3.      Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive dan adaptasi.
4.      Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
5.      Dapat meningkatkan identitas diri si klien.
6.      Klien dapat menyalurkan emosi secara konstruktif.
7.      Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
8.      Meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

IV. Kasus-kasus yang diselesaikan dalam Terapi Kelompok
            Kasus-kasus yang biasa diselesaikan dalam Terapi Kelompok yaitu diantaranya kecanduan alkohol, obat-obat terlarang, rokok, kemalasan bekerja, konflik antar pegawai, dan lain sebagainya. Beberapa kasus di atas biasanya dialami oleh para pegawai yang bekerja di dunia industri. Contoh kasus lainnya seperti kecemasan, perilaku kekerasan pada penderita skizofrenia, kenakalan remaja, dll.  Terapi Kelompok sangat cocok/sesuai untuk mengatasi masalah-masalah seperti kasus di atas.

V. Rangkuman dari satu contoh kasus dalam Terapi Kelompok
            Kesulitan utama dalam usaha berhenti merokok adalah minimnya motivasi untuk berhenti. Kondisi itu bisa ditanggulangi apabila seseorang yang ingin berhenti turut ambil bagian dalam terapi yang melibatkan individu lain yang juga sedang berupaya menghentikan kebiasaan itu. Adanya contoh konkrit bisa menjadi pendorong atau pembangkit motivasi seseorang untuk berhenti merkok.
            Dalam suatu terapi kelompok di Klinik Stop Rokok, Rumah Sakit Sahid Sahirman, Sudirman, Jakarta, diagendakan materi berbagi pengalaman dan cerita individu yang tengah berusaha berhenti merokok. Disini dihadirkan seseorang sebagai contoh konkrit yang berhasil berhenti merokok kemudian menceritakan pengalamannya selama menjalani proses berhenti merokok. Pengalaman dan cerita itu selanjutnya menjadi bahasan dari para peserta (klien) dalam terapi kelompok. Beberapa pembahasan yang dibahas oleh para peserta misalnya, “Apakah langkah yang dilakukan sudah tepat atau belum? Lalu, langkah selanjutnya apa?” Biasanya, solusinya muncul sendiri dalam pemikiran individu yang bersangkutan. Tugas psikolog disini adalah hanya mengarahkan dan memediasi. Sesekali psikolog boleh memberikan solusi apabila ada semacam kompleksitas yang dialami individu. Kompleksitas yang dimaksud adalah persoalan yang belum bisa ditemukan solusinya oleh individu yang mengikuti terapi. Dalam terapi kelompok untuk kasus seperti ini sangat membutuhkan komitmen yang kuat dari klien sendiri, sebab tidak mudah bagi klien untuk mengikuti proses terapi kelompok dari awal sampai selesai dimana terjadi perubahan perilaku yang diharapkan. Berhasilnya seseorang untuk dapat berhenti merokok selain efektivitas kehadiran orang lain yang memotivasi, juga harus diikuti dengan kesadaran diri dari si individu untuk merubah kebiasaan perilaku merokok menjadi tidak merokok.

VI.  DAFTAR PUSTAKA
            Sasongko, A & Pitakasari, A.R. (2011). Cari motivasi untuk berhenti merokok? Coba temukan teman senasib. Republika. Diakses pada tanggal 9 Mei 2015, dari http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/11/07/13/lo9h8i-cari-motivasi-untuk-berhenti-merokok-coba-temukan-teman-senasib

            Slamet, I.S.S & Markam, S. (2007). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Penerbit  Universitas Indonesia (UI-Press).

            Suharto, E. (2007). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Bandung: Refika Aditama.

            Tomb, D.A. (2004). Psikiatri (Ed.6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Selasa, 31 Maret 2015

Tugas1 : PSIKOTERAPI

I. EMPAT PENDEKATAN DALAM PSIKOTERAPI
A. Pendekatan Psikoanalisa 
 Psikoanalisis adalah aliran psikologi yang memberi penekanan khusus pada peran ketidaksadaran. Pendekatan ini berfokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Dua tokoh utama dalam psikoanalisis yaitu Sigmund Feud (1856-1939) yang menciptakan Psychodynamic (Psikodinamik) pertama kali, ia adalah seorang neurologist dari Austria, dan Carl Gustav Jung yang dikenal dengan teori Psikologi Analitis. 

Psikoanalisis sebagai teori dari psikoterapi berasal dari uraian Freud bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatik dari pengalaman seksual pada masa kecil. Pada tahun 1885 dan 1905, Freud mencoba menggunakan hypnosis sebagai sarana terapeutik untuk regresi dan katarsis. Kemudian ia mengembangkan metode asosiasi bebas. Di akhir karirnya, Freud menyarankan perlunya mengkombinasikan teknik-teknik psikoanalisis dengan hypnosis untuk membuat terapi menjadi lebih singkat dan efektif. Teknik ini dikenal dengan nama hypnoanalisis.

Freud menjelaskan cara kerja psike manusia, terdapat 2 wilayah psike yang utama yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran diibaratkan sebagai gunung es yang kelihatan, sementara ketidaksadaran adalah bagian terbesar gunung es yang terbenam di bawah permukaan laut. Freud menambahkan bahwa diantara kesadaran dan ketidaksadaran ada yang namanya prasadar, yang berisi ingatan-ingatan yang sewaktu-waktu masih bisa diangkat ke kesadaran. Dalam ketidaksadaran berisi insting dan pengalaman traumatis yang direpresi.

Psikoanalisis menunjukkan kepada kita bahwa dunia ketidaksadaran adalah dunia psikis yang sangat luas sekaligus sangat bernilai. Teori dan praktek psikodinamik sekarang ini sudah dikembangkan dan dimodifikasi sedemikian rupa oleh para murid dan pengikut Freud guna mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Beberapa teknik dasar dalam pendekatan psikoanalisa:
1)      Asosiasi bebas: teknik untuk mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lampau dan apa saja yang terjadi pada dirinya dengan leluasa, tanpa dihambat atau dikritik serta tanpa perlu berusaha membuat uraian yang logis, teratur dan penuh arti (Hall & Lindzey, 1993).
2)      Interpretasi: teknik yang digunakan untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi perasaan pasien, dengan tujuan untuk menemukan materi yang tidak disadari.
3)      Analisis mimpi: karena mimpi merupakan ekspresi simbolik dari kebutuhan-kebutuhan yang terdesak, maka teknik ini untuk mencari isi mimpi yang laten (tersembunyi)  sehingga dapat ditemukan sumber-sumber konflik terdesak.
4)      Analisis resistensi: salah satu teknik dimana pasien enggan untuk mengungkapkan materi ketidaksadaran yang mengancam dirinya. Namun terapis harus dapat menerobos pertahanan diri pasien agar dapat teramati, untuk selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan, sehingga pasien menyadari alasan timbulnya resistensi tersebut.
5)      Analisis transferensi: dilakukan dengan mengusahakan agar pasien dapat mengembangkan transferensinya guna mengungkapkan kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa kanak-kanak.

Tujuan dari pendekatan metode psikoanalisis adalah supaya pasien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, pasien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi). 

Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikodinamik adalah: Ego State Therapy, Part Therapy, Trance Psychotherapy, Free Association, Dream Analysis, Automatic Writing, Ventilation, Catharsis dan lain sebagainya.

B. Pendekatan Behaviorisme 
Steven Jay Lynn dan John P. Garske (dalam Sanyata, 2012) menyebutkan bahwa teori dan pendekatan behavior sering disebut sebagai modifikasi perilaku (behavior modification) dan terapi perilaku (behavior therapy), sedangkan menurut Carlton E. Beck (dalam Sanyata, 2012) istilah ini dikenal dengan behavior therapy, behavior counseling, reinforcement therapy, behavior modification, contingency management. Istilah pendekatan behavior pertama kali digunakan oleh Lindzey pada tahun 1954 dan kemudian lebih dikenalkan oleh Lazarus pada tahun 1958. Istilah pendekatan tingkah laku lebih dikenal di Inggris sedangkan di Amerika Serikat lebih terkenal dengan istilah behavior modification. Pendekatan behaviorisme ini berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup.

Menurut Franks (dalam Gunarsa, 2007) ada hal- hal yang sangat berpengaruh terhadap munculnya behavior therapy, yaitu:
1) Hasil penelitian dan tulisan dari I.P. Pavlov (1927, 1928) mengenai percobaan-percobaan dan hasilnya yang telah dilakukan dengan mempergunakan hewan percobaannya (anjing), yang sekarang dikenal dengan nama Classical Conditioning atau Associative Learning.
2) Hasil penelitian dan tulisan dari E.L. Thorndike mengenai proses belajar dengan hadiah yang menghasilkan hukum efek (law of effect), dikenal dengan nama kondisioning aktif atau operant conditioning dan perilaku instrumental.  Operant Conditioning, yaitu konsep bahwa seseorang melakukan sesuatu karena berharap hadiah dan menghindari hukuman.

Menurut Corey (dalam Gunarsa, 2007) terdapat beberapa tahap dalam psikoterapi pendekatan behavioristic, diantaranya:
1) Tahap kondisioning klasik, dimana perilaku yang baru dihasilkan dari individu sevcara pasif.
2) Tahap kondisioning aktif (operant), dimana perubahan-perubahan di lingkungan yang terjadi akibat sesuatu perilaku bisa berfungsi sebagai penguat-ulang (reinforce) agar sesuatu perilaku bisa terus diperlihatkan, sehingga kemungkinan perilaku tersebut akan diperlihatkan terus dan semakin diperkuat.
3) Tahap kognitif, berperan baik dalam proses pemahaman maupun perlakuan terhadap pasien.

Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Tujuan dari terapi perilaku secara umum adalah untuk menghilangkan pola-pola perilaku maladaptive dan membantu mempelajari perilaku yang efektif/konstruktif, mengubah tingkah laku maladaptive seseorang serta menciptakan kondisi-kondisi yang baru yang memungkinkan terjadinya proses belajar ulang. Pendekatan ini dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok.

Berbagai metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan behavior therapy adalah Exposure and Respon Prevention (ERP), Systematic Desensitization, Behavior Modification, Flooding, Operant Conditioning, Observational Learning, Contingency Management, Matching Law, Habit Reversal Training (HRT) dan lain sebagainya.

C. Pendekatan Humanistik 
Dalam pendekatan Humanistic Therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Menurut Psikologi Humanistik (dalam Basuki, 2008), manusia adalah makhluk kreatif yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi pasien melainkan memberi kesempatan pada pasien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.

Terapis humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan disadari. Seperti terapis perilaku, terapis humanistik juga lebih berfokus pada apa yang dialami klien saat ini. Akan tetapi, ada juga persamaan antara terapis psikodinamika dan humanistik, keduanya mengasumsikan bahwa masa lalu mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan keduanya mencoba untuk memperluas self-insight klien.

Bentuk utama dari terapi humanistik adalah Terapi berpusat individu (client-centered teraphy). Rogers percaya bahwa orang-orang memilki kecenderungan motivasional alami ke arah pertumbuhan, pemenuhan, dan kesehatan. Dalam pandangan Rogers, gangguan psikologis berkembang sebagian besar akibat hambatan yang ditempatkan oleh orang lain dalam perjalanan ke arah self-actualization.

Tujuan dari pendekatan ini adalah agar pasien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya. Metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan humanistik adalah Gestalt Therapy, Client Cantered Psychotherapy, Depth Therapy, Sensitivity Training, Family Therapies, Transpersonal Psychotherapy dan Existential Psychotherapy.

D. Pendekatan Kognitif
Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya kecemasan atau depresi. Terapi kognitif punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck.

Menurut Emair (dalam Selvera, 2013) Terapi kognitif untuk mengatasi keyakinan-keyakinan negatif atau kesalahan dalam proses kognitif pada individu yang mengalami gangguan somatisasi. Terapi kognitif adalah bentuk terapi di mana pasien atau subjek diajarkan keterampilan mengidentifikasi,mengevaluasi dan menanggapi dirinya sendiri sehingga mengalahkan pikiran-pikiran yang menyimpang serta menerapkan terapi kognitif untuk mengubah pikiran, suasana hati dan perilaku pada penderita gangguan somatisasi.

Tujuan utama dalam pendekatan Cognitive adalah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional. Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan Cognitive adalah Collaborative Empiricism, Guided Discovery, Socratic Questioning, Neurolinguistic Programming, Rational Emotive Therapy (RET), Cognitive Shifting. Cognitive Analytic Therapy (CAT)  dan sebagainya.

II. KASUS YG BISA DITANGANI DENGAN PENDEKATAN
A. Psikoanalisa
Seorang perempuan bernama Sarah yang berusia 30 tahun diketahui belum menikah dikarenakan ia mempunyai rasa benci yang amat mendalam terhadap seorang pria. Akhirnya ia datang ke seorang terapis. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata Sarah mempunyai masa lalu yang kelam. Ayahnya meninggal ketika ia masih berumur 6 tahun. Pada saat remaja, ia sering kali dilecehkan oleh seorang pria yang berusia sekitar 20an yang rumahnya tidak jauh dari tempat tinggal Sarah. Pada saat itu, Sarah tidak berani menceritakan ke ibunya karena diancam oleh laki-laki tersebut. Itu sebabnya Sarah menganggap bahwa semua laki-laki itu jahat, maka ia sangat benci terhadap laki-laki.

B. Behaviorisme
Misalnya pada kasus fobia anjing, penderita fobia mengasosiasikan anjing sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia pernah melihat orang yang berlari-lari ketakutan terhadap anjing. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa "ketika saya melihat anjing maka respon saya adalah perilaku ketakutan sambil berlari menjauhi anjing". Jadi setiap kali ia melhat anjing ia merasa cemas dan takut, bahkan hanya melihat gambar anjing saja ia merasa cemas.

C. Humanistik
Seorang mahasiswi (Ika) semester akhir  sedang merasakan kekhawatiran karena ia akan dilamar oleh pemuda idaman orang tuanya. Keduanya sudah pernah bertemu pada acara keluarga. Menurutnya, pemuda itu mempunyai akhlak yang baik dan sudah bekerja sebagai pegawai negri sipil. Ika menjadi ragu untuk menghadapi lamaran itu karena selama ini dia tidak pernah memiliki teman pria yang special/pacar. Karena teman laki-laki Ika dulu saat masih SMA sudah meninggal karena kecelakaan saat mereka berdua berboncengan motor dari pulang sekolah. Sejak informasi bahwa ada pemuda yang akan melamarnya, perasaannya menjadi asing, dia ingin memberikan kepercayaan namun sangat sulit baginya. Ika selalu terbayang bahwa dia bisa saja kehilangan lagi orang yang dia kasihi, namun disisi lain Ika merasakan kesepian dan membutuhkan seorang teman yang bisa memahaminya. Ketidakkonsistenan dan pertentangan ini membuat Ika menjadi bingung dan datang ke seorang terapis.

D. Kognitif
Misalnya, ada seorang pria paruh baya yang datang ke seorang terapis untuk mengatasi ketakutannya terhadap legenda masyarakat mengenai hantu. Ia mengatakan bahwa jika ia mengaca pada malam hari dan mengatakan “bum ba bum” maka hantu akan datang dan membunuhnya.

III.  ULASAN DARI KASUS DI ATAS BISA DITANGANI OLEH PENDEKATAN
A. Psikoanalisa
Menurut saya, dari contoh kasus yang pertama dapat diatasi dengan pendekatan psikoanalisa karena dalam pendekatan ini masalah hadir karena adanya pengalaman masa lalu yang traumatis. Dengan pendekatan psikoanalisa terapis dapat menemukan masalah yang ada pada diri pasien (sarah), dengan salah satu teknik yaitu asosiasi bebas, dimana pasien dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman di masa lalunya yang traumatik. Selama berlangsungnya asosiasi bebas, terapis harus menjadi pendengar yang baik, harus aktif memperhatikan perasaan, ucapan-ucapan pasien, mencatat gerak tubuh, nada suara dan bahasa tubuh lainnya.

B. Behaviorisme
Dari contoh kasus yang kedua, cocok diatasi dengan pendekatan belajar atau pendekatan behavior karena tujuan dari pendekatan ini adalah mengubah tingkah laku yang salah suai menjadi tingkah laku baru yang lebih sesuai. Caranya dengan terapis menunjukkan kepada pasien gambar anjing pada jarak yang agak jauh. Kemudian jarak gambar anjing tersebut didekatkan kepada pasien. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai pasien sudah tidak takut lagi melihat gambar anjing. Pasien dibuat rileks. Kemudian pasien diminta untuk menyentuh gambar tersebut. Jika pasien sudah berani menyentuh gambar anjing tersebut, tahap selanjutnya adalah pasien di tunjukan dengan boneka anjing. Pasien dibuat rileks kembali. Jika pasien sudah tidak takut melihat boneka anjing tersebut, pasien ditunjukkan dengan replika anjing. Pertama ditunjukkan dengan jarak yang agak jauh, setelah kecemasan sudah berkurang, replika anjing tersebut didekatkan kepada pasien. Pasien dibuat rileks kembali Kemudian pasien diminta untuk menyentuh replika anjing tersebut. Dilakukan sampai beberapa kali hingga pasien berani menyentuh replica anjing tersebut. Berikutnya, pasien ditunjukkan dengan anjing asli (yang hidup), dan pasien diminta untuk menyentuhnya. Hal ini terus dilakukan berulang kali hingga pasien sudah benar-benar tidak takut lagi dengan anjing, berani menyentuh anjing tersebut dan fobia terhadap anjing hilang.

C. Humanistik
Contoh kasus ketiga cocok diselesaikan dengan pendekatan humanistik, dimana terapis harus membantu pasien untuk menemukan kembali feeling self-nya yang asli. Dengan begitu pasien dapat mengatasi masalahnya sendiri secara mandiri. Untuk menyelesaikan kasus yang ketiga, pertama-tama terapis harus bisa memahami pasien untuk menyadari keberadaannya dalam dunia. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya secara bebas, dimana pada pasien merasakan kesepian dan kekhawatiran kehilangan kembali orang yang dicintainya, maka terapis selanjutnya memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang diungkapkan oleh pasien. Terapis meminta kepada pasien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang pasti. Terapis menantang pasien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan keputusan dengan berasumsi akan kehilangan orang yang dikasihinya lagi jika membuka hati nya untuk pemuda yang akan melamarnya dan terapis memberikan penilaian terhadap penghindaran yang dilakukan pasien. Terapis mendorong pasien untuk memeriksa jalan hidupnya selama proses terapi berlangsung. Selanjutnya terapis memberitahukan kepada pasien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia bahwa dia pada akhirnya sendiri, dan dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian keputusan yang dibuatnya. Jadi disini, pasien lah yang menentukan sendiri cara penyelesain masalah yang sedang dihadapi pasien, tetapi terapis tetap membantu pasien dalam menemukan feeling self si pasien.

D. Kognitif
Pendekatan kognitif sesuai untuk kasus yang keempat karena dalam pendekatan ini pasien diajarkan untuk berpikir secara rasional dan meningkatkan perilaku yang lebih positif dan efisien. Teknik yang cocok untuk penyelesaian contoh kasus yang keempat adalah dengan menerapkan  RET, yaitu dengan menanyakan tentang keyakinan pasien yang tidak rasional, kemudian mengkonfrontasikan ketakutannya pada hantu yang datang dan membunuhnya dengan menjelaskan bahwa legenda itu adalah sesuatu yang dibuat oleh orang awam untuk menakut-nakuti orang lain.

Sumber :
Basuki, A.M.H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Gunarsa, S.D.  (2007). KONSELING DAN PSIKOTERAPI. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hall, C.S. & Lindzey, G. (1993). TEORI-TEORI PSIKODINAMIK (KLINIS). Yogyakarta: Kanisius.

Kahija, Y.F. L. (2007). HIPNOTERAPI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sanyata, S. (2012). Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Jurnal Paradigma, 14.

Selvera, N.R. (2013). Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Menurunkan Keyakinan Irasional pada Remaja dengan Gangguan Somatisasi. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, I (I), 63-67.

Fotocopy Handout Psikologi Konseling, Ibu Nurul Qomariyah