Rabu, 26 Maret 2014

Tulisan 1: KesMen



1. Konsep Tentang Diri Sendiri
          Nama saya Stephani Puspitasari. Saya adalah anak pertama dari dua bersaudara. Saat ini saya sedang mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia, jurusan psikologi.  Bicara soal personality, saya itu termasuk tipe kepribadian melankolis. Saya mulai menyadarinya ketika saya belajar mata kuliah Kepribadian 1 waktu saya kuliah di semester 3. Ciri-ciri kepribadian melankolis ada di dalam diri saya seperti, saya adalah orang yang cenderung serius dan tekun. Ketika sedang belajar saya lebih suka belajar dengan serius dalam artian belajar dengan sungguh-sungguh. Saya juga termasuk orang yang analitis, mampu memperkirakan bahaya atau halangan dalam setiap pekerjaan. Saya juga merasa saya cukup berbakat dan kreatif di bidang seni. Saya suka menggambar, menari, dan menyanyi. Saya juga termasuk orang yang sangat sensitive dan moody. Terkadang, saya senang berpenampilan lebih feminim, tetapi di lain waktu saya bisa saja berpenampilan tomboy.
    Selain itu, saya adalah tipe orang yang pesimistik, tidak percaya diri akan kemampuan-kemampuan yang saya miliki. Saya juga termasuk tipe orang yang pemikir, maksudnya selalu memikirkan sesuatu mulai dari hal-hal kecil sampai ke hal-hal yang kompleks. Oleh karena itu, apabila saya dihadapkan oleh suatu pilihan dan harus membuat suatu keputusan, saya butuh waktu berhari-hari untuk mendapatkan suatu hasil putusan yang terbaik. Saya adalah tipe orang yang tingkat kesabarannya rendah dan juga mudah bosan. Maka dari itu, saya paling tidak suka jika harus menunggu lama-lama, apalagi menunggu sesuatu yang tidak pasti. Saya menyukai hal-hal baru dan saya senang bila diajak berpergian ke suatu tempat yang berbau dengan alam. Karena bagi saya, alam itu selain memberikan keindahan, alam juga memberikan ketenangan, kedamaian, yang dapat meneduhkan hati.
      Dalam hal pekerjaan, saya itu termasuk orang yang perfeksionis, artinya punya standar tinggi, cermat, teratur dan rapih. Saya itu melihat segala sesuatunya dengan mendetail dan terperinci. Demikian pula untuk tugas kuliah, saya selalu memeriksa kembali tugas saya apakah sudah terlihat sempurna atau belum. Saya juga termasuk orang yang bertanggungjawab dalam pekerjaan. Contohnya saya selalu mengerjakan tugas yang diberikan dosen dengan tepat waktu.
     Dalam hal pergaulan, saya akan menjadi seorang yang pendiam ketika bertemu dengan orang-orang baru. Tetapi jika orang lain sudah mengenal saya lebih dalam, saya ini termasuk orang yang bisa dikatakan bawel. Saya juga termasuk orang yang bisa dibilang tertutup, khususnya dalam hal urusan pribadi seperti masalah keluarga. Menurut saya, urusan pribadi cukup saya dan keluarga saya saja yang tahu, dan apabila saya ingin curhat mengenai masalah pribadi, saya hanya akan curhat kepada satu atau dua orang teman yang saya percayai. Walaupun saya tertutup dalam hal masalah pribadi, tetapi saya suka bersenda gurau dengan teman-teman saya, saya suka membuat orang lain tertawa. Saya juga tipe orang yang mau mendengarkan dan senang membantu memecahkan masalah ketika teman saya curhat kepada saya. 
Dapat disimpulkan kelemahan dan kelebihan saya adalah sebagai berikut.
ü  Kelemahan:
·       Sensitif
·       Pesimis
·       Moody
·       Lama dalam membuat keputusan
·       Kurang sabar
·       Cepat bosan
·       Tertutup

ü  Kelebihan:
·       Serius dan tekun
·       Analitis
·       Kreatif
·       Cermat, teratur dan rapih
·       Bertanggung jawab
·       Humoris
·       Pendengar yang baik
·       Mau membantu teman

2. Contoh kasus ketidaksehatan mental dari berbagai berita nasional. Lalu beri pendapat!
Gangguan kejiwaan, Supardi tega mengambil hati Ibu kandungnya
Reporter : Agib Tanjung | Rabu, 15 Mei 2013 05:38

Merdeka.com - Supardi (26), tersangka kasus pembunuhan sadis terhadap ibu kandungnya sendiri, kini telah diamankan oleh Reskrim Polrestabes Surabaya. Supardi terbukti melakukan pembunuhan terhadap Akhiyah (60) dengan cara menggorok lehernya hingga putus.

Tak hanya itu, secara sadis Supardi mengambil hati korban dengan cara menusuk dada hingga robek. Supardi juga tidak segan memakan hati korban milik ibu kandungnya itu.

Terkait masalah ini, Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Musni Umar menilai perbuatan yang dilakukan oleh Supardi jelas-jelas merupakan tindakan gangguan kejiwaan.

"Menurut saya, pertama saya melihat Supardi pastilah sakit jiwa, sehingga tidak hanya membunuh dengan cara yang biasa, tapi sadis, jarang ditemukan. Kedua, dia melakukan seperti itu bisa karena stres, tekanan dan depresi luar biasa jadi tidak bisa mengontrol diri, di luar kendali," kata Musni saat dihubungi merdeka.com, Selasa (14/5).

Musni menjelaskan, bahwa tidak seharusnya manusia normal tega melakukan hal semacam itu. Tindakan sadis yang dilakukan oleh Supardi menurutnya adalah tindakan yang sangat kejam di luar batas manusia seharusnya.

"Kalau kita lihat dari segi manusia, manusia harusnya punya jiwa. Tapi ini adalah tindakan yang sangat sadis, kejam. Karena kalau kita lihat contoh pada binatang, harimau saja tidak mau makan anaknya sendiri, padahal harimau adalah binatang buas, seperti itu," ujar Musni.

Musni beranggapan, ada motif ekonomi di balik pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Supardi terhadap ibunya. Ditambah dengan gangguan kejiwaan yang diderita oleh Supardi yang pada akhirnya nekat melakukan pembunuhan sadis tersebut.

"Terus terang saja kalau kejiwaan sudah terganggu, seseorang itu akan berbuat hal-hal yang aneh di luar kehidupan normal. Contohnya seperti itu tadi, melampiaskan perasaan dengan melakukan tindakan yang kejam," papar Husni.

Musni juga mengakui sudah banyak menerima kasus-kasus semacam Supardi. Dia berharap sudah saatnya pemerintah setempat bisa turun tangan untuk mencari jalan keluar permasalahan sosial yang sering terjadi di dalam masyarakat, khususnya pembunuhan.

"Sudah banyak sekali kasus yang saya terima. Ini seharusnya jadi tantangan pemerintah, bagaimana penyelesaiannya. Ini adalah salah satu isyarat ada masalah besar yang sering dihadapi oleh masyarakat, jangan dilihat dari per-kasus saja. Semua lapisan pemerintah harus merespon harus mencari akar masalah dalam masyarakat," imbuh Musni.

Diberitakan sebelumnya, Selasa pagi (14/5) sekitar pukul 10.00 WIB, warga Karangploso, Bangkingan Wetan, Surabaya, Jawa Timur digegerkan oleh teriakan histeris Muntholib, suami dari Akhiyah yang dibunuh oleh Supardi, "Bojoku matek nggak onok ndase (istriku meninggal tak ada kepalanya)," kata Sutadi menirukan teriakan Munthalib.

Kepolisian langsung mengevakuasi jenazah korban ke kamar jenazah RSUD dr Soetomo untuk dilakukan autopsi. Selain itu polisi juga mengamankan barang bukti berupa kapak berpalu, pisau penghabisan sepanjang 40 cm tanpa pegangan dan palu.

Dari hasil penyelidikan polisi, istri Muntholib, Akhiyah (60) tersebut, dibunuh anak kandungnya sendiri, Supardi. Supardi diduga tega membunuh ibu kandungnya karena sakit hati, sang ibu yang lebih perhatian kepada anak-anaknya yang lain.

Dikutip dari:

Pendapat:
          Dari kasus diatas, terlihat jelas bahwa si pelaku menderita gangguan kejiwaan.  Si pelaku menderita gangguan jiwa, disebabkan karena adanya tekanan batin dalam diri si pelaku dimana si pelaku iri terhadap saudara-saudaranya yang mendapatkan perhatian atau kasih sayang lebih dari ibu kandungnya sehingga membuat si pelaku menjadi sakit hati terhadap sang ibu. Karena sudah tak mampu memendam rasa sakit hati terhadap ibu kandungnya, dan rasa sakit hati si pelaku itu sudah mencapai pada klimaksnya, hingga pada akhirnya menyebabkan si pelaku untuk membunuh ibu kandungnya sendiri. Si pelaku dapat juga  dikatakan psikopat, karena pada waktu membunuh ia tak hanya sekedar membunuh saja melainkan ia juga menusuk dan merobek dada sang ibu kemudian mengambil dan memakan hati ibunya. Apabila si pelaku ini normal, sekesal-kesal nya orang pasti tidak akan sampai membunuh orang lain, apalagi sampai membunuh ibu kandungnya sendiri. Gangguan jiwa tersebutlah yang menjadi faktor utama yang menyebabkan si pelaku bertindak demikian.
          Kasus-kasus seperti ini sudah banyak terjadi di Indonesia. Hanya saja pemerintah kurang menggalakan program kesehatan mengenai kesehatan psikis/kesehatan jiwa untuk masyarakat kelas menengah kebawah. Sejauh ini, pemerintah hanya menggalakan program kesehatan yang berkaitan dengan masalah fisik/biologis saja (dalam hal ini penyakit yang terlihat jelas oleh kasat mata). Padahal kesehatan psikis manusia itu penting dan perlu diperhatikan guna untuk memperpanjang kelangsungan hidup seseorang. Apabila psikis/jiwa kita sehat maka kualitas hidup kita tentunya juga akan baik.

Senin, 24 Maret 2014

Tugas1: Kesehatan Mental

BAB I
PENGANTAR
A. Orientasi Kesehatan Mental
            Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Oleh karena itu, kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9). Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut.
a. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis).
b. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
c. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
d. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
            Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin (Sururin, 2004:144).

            Saparinah Sadli, mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan jiwa, yaitu:
1. Orientasi Klasik
            Pengertian klasik disini mengandung arti sempit, karena kajian ilmu kesehatan mental lebih diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan & penyakit jiwa. Sehingga muncul intervensi dengan pendekatan biologis-medis dengan melakukan terapeutik dan kuratif untuk penyembuhan konflik-konflik dan trauma masa lalu.
            Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai kelakuan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau rasa “tak sehat” serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Aktivitas klasik ini banyak dianut di lingkungan kedokteran.
2. Orientasi penyesuaian diri
            Orang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan diri sendiri & lingkungan sekitarnya, lingkungan yang dimaksud adalah norma sosial. Orang yang sehat mampu menyesuaikan diri agar terhindar dari konflik-konflik sehingga orang tersebut mampu belajar respon yang adaptif.
3. Orientasi pengembangan potensi
            Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan. Pengembangan potensial yang dimaksud adalah pelepasan sumber-sumber yang tersembunyi dari bakat, kreativitas, energi dan dorongan, sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Disini seseorang mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki.
B. Konsep Sehat
            Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis.
            World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
            Konsep sehat dapat dijelaskan berdasarkan 5 dimensi, yaitu:
1.     Dimensi Emosi
            Sehat secara dimensi emosi adalah orang yang dapat menstabilkan atau dapat mengontrol perasaannya seperti mengekspresikan rasa sedih, kesal, marah maupun senang dengan secara tidak berlebihan.
2.     Dimensi Intelektual
            Sehat secara dimensi intelektual adalah orang yang dapat memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
3.     Dimensi Sosial
            Sehat secara dimensi sosial adalah orang yang dapat berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain ataupun dengan kelompok tanpa membedakan agama, ras, suku, dll, dengan saling menghargai satu sama lain.
4.     Dimensi Fisik
            Sehat secara dimensi fisik adalah seseorang  dinyatakan secara klinis tidak ada penyakit atau semua organ tubuhnya normal, tidak ada gangguan apapun didalam fungsi tubuhnya, atau dengan kata lain orang tersebut tidak merasakan sakit maupun mengeluh sakit.
5.     Dimensi Spiritual
            Sehat secara dimensi spiritual adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada agama kepercayaan nya masing-masing, serta kondisi jiwa dan id mereka dianggap sehat karena pikiran mereka jernih dan tidak melakukan sesuatu hal diluar batas.
Adapun ciri-ciri individu yang normal atau sehat (Warga, 1983) pada umumnya adalah sebagai berikut:
  1. Bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui.
  2. Mampu mengelola emosi.
  3. Mampu mengaktualkan potensipotensi yang dimiliki.
  4. Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial.
  5. Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya.
  6. Mampu menunda keinginan besar untuk mencapai tujuan jangka panjang.
  7. Mampu belajar dari pengalaman.
  8. Biasanya gembira.
C. Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
            Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
            1. TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
            Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
            2. TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM – abad ke-6 M)
            Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
            3. TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI KESEHATAN MENTAL
            Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain yang mendukung adalah :
a. William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum
b. Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
c. Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
d. Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
e. Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
            4. TAHAP PENGENALAN FAKTOR PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
            Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan
psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
            5. TAHAP MULTIFAKTORIAL
            Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a. pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
b. penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
c. mengadakan riset terkait
d. mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).


BAB II
TEORI KEPRIBADIAN SEHAT
A. Aliran Psikoanalisa
            Sigmund Freud (1856-1939), adalah tokoh yang memfokuskan teorinya pada aliran psikoanalisa sehingga ia dikenal sebagai Bapak Psikoanalis. Aliran ini melihat dari sisi negatif individu, masa lalu, analisis mimpi dan juga alam bawah sadar. Kepribadian tersusun dari 3 sistem pokok yaitu : id, ego, dan superego.
            Id merupakan sistem kepribadian yang asli dan merupakan sumber energi utama bagi hidup manusia. Id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Id terdiri dari dorongan-dorongan biologis dasar seperti kebutuhan makan, minum, seks, dan agresifitas.
            Dalam Id terdapat dua jenis energi yang saling bertentangan dan sangat mempengaruhi kehidupan individu, yaitu insting kehidupan dan insting mati. Dorongan-dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan, dan dalam pemuasannya Id selalu berupaya menghindari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan (prinsip kesenangan atau Pleasure Principle).
            Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif.  Misalnya orang yang lapar harus mencari, menemukan, dan memakan makanan sampai tegangan karena merasa lapar dapat dihilangkan.
            Superego adalah gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanamkan oleh adapt istiadat, agama, orangtua, guru, dan orang lain kepada anak. Karena itu pada dasarnya superego adalah hati nurani seseorang yang menilai benar atau salahnya tindakan seseorang. Itu berarti superego mewakili nilai-nilai ideal dan selalu berorientasi pada kesempurnaan.
            Freud juga membagi aktivitas mental individu dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauh mana individu menyadari gejala-gejala psikis yang timbul, yaitu :
1). Tingkat sadar atau kesadaran (conscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dapat disadari setiap saat seperti berpikir, persepsi, dan lain-lain.
2). Tingkat prasadar (preconscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis yang timbul bias disadari hanya apabila individu memperhatikannya, misalnya memori, pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari, dan lain-lain.
3). Tingkat tidak disadari (unconscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis tidak disadari oleh individu. Gejala-gejala ini muncul misalnya dalam dorongan-dorongan immoral, pengalaman-pengalaman yang memalukan, harapan-harapan yang irasional, dorongan-dorongan seksual yang tidak sesuai dengan norma masyarakat, dan lain-lain. Tingkat tidak disadari inilah yang merupakan objek studi psikoanalisa. Dikatakan Freud pada tahun 1942 : “tujuan utama psikoanalisa sebenarnya tidak lebih dari mencapai dan dapat mengungkap kehidupan mental yang tidak disadari”. Teori Freud sendiri kemudian banyak mengalami perkembangan baik oleh dirinya sendiri maupun oleh para pengikutnya seperti : Alfred Adler, Karen Horney, Erich Fromm, dan lain-lain.
            Dapat disimpulkan bahwa menurut aliran psikoanalisa manusia bersifat terbatas, yaitu mengabaikan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Manusia dilihat dari sisi sakit, yaitu bahwa kodrat manusia bersifat negative (neurotics dan psikotis), dan juga kodrat manusia digambarkan pesimistis, yaitu manusia adalah korban dari tekanan-tekanan biologis dan juga konflik-konflik pada masa kanak-kanak.
            Aliran ini meyakini bahwa interaksi individu pada awal kehidupannya serta konflik intrapsikis yang terjadi akan mempengaruhi perkembangan kesehatan mental seseorang. Faktor Epigenetik mempelajari kematangan psikologis seseorang yang berkembang seiring pertumbuhan fisik dalam tahap-tahap perkembangan individu, juga merupakan faktor penentu kesehatan mental individu.
B. Aliran Humanistik
            Humanistik mulai muncul sebagai sebuah gerakan  besar psikologi dalam tahun 1950-an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran Humanistik merupakan konstribusi dari psikolog-psikolog terkenal seperti Gordon Allport, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
            Saya akan menjelaskan sedikit mengenai teori kepribadian sehat dari salah satu pelopor  aliran Humanistik yakni Abraham Maslow. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan. Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir manusia.
            Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya.  Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.
            Interpretasi dari Hirarki Kebutuhan Maslow yang direpresentasikan dalam bentuk piramida dengan kebutuhan yang lebih mendasar ada di bagian paling bawah. Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan homeostatik : makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks.
  1. Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, batas, bebas dari takut dan cemas.
  1. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan kasih sayang, keluarga, sejawat, pasangan, anak. Kebutuhan menjadi bagian kelompok, masyarakat. (Menurut Maslow,kegagalan kebutuhan cinta & memiliki ini menjadi sumber hampir semua bentuk psikopatologi).
  1. Kebutuhan untuk dihargai
Internal: kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian.
Eksternal: kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi penting, kehormatan dan apresiasi.
  1. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri, perkembangan self.
            Menurut aliran humanistik kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan potensi yang terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalkan pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan respon individu yang bersifat pasif.
            Ciri dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau individu yang terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap individu, karena setiap individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak memiliki potensi. Manusia harus dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.
            Aliran ini meyakini bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh hirarkhi kebutuhan yang dimiliki. Selain itu, individu diyakini memiliki kemampuan memahami potensi dirinya dan berkembang untuk mencapai aktualisasi diri.
C. Pendapat Fromm
1. Pengertian dasar teori Fromm
            Fromm mengembangkan teorinya tentang kepribadian kedalam suatu seri buku-buku yang popular. Sistemnya menggambarkan kepribadian sebagai yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial yang mempengaruhi individu dalam masa kanak-kanak dan juga oleh kekuatan-kekuatan historis yang telah mempengaruhi perkembangan spesies manusia. 
            Fromm menulis, “Kita adalah orang-orang yang harus menjadi sesuai dengan keperluan-keperluan masyarakat dimana kita hidup”. Fromm percaya bahwa kekuatan-kekuatan sosial dan kultural begitu penting, maka perlu menganalisis struktur masyarakat supaya memahami struktur anggota-anggota individu dalam masyarakat itu. 
            Fromm melukiskan hakikat keadaan manusia sebagai kesepian dan ketidakberartian. Ia berbicara tentang pembagian eksistensial dan pembagian historis dalam kodrat manusia sebagai akibat dari evolusi kita dari binatang-binatang yang lebih rendah, suatu proses yang membiarkan kita menjadi sungguh-sungguh bebas tetapi mengorbankan rasa aman dan rasa memiliki.
            Menurut Fromm, manusia adalah makhluk yang unik dan kesepian. Sebagai akibat dari evolusi kita dari binatang-binatang yang lebih rendah, kita tidak lagi bersatu dengan alam; kita telah mengatasi alam. Tidak seperti tingkah laku binatang, tingkah laku kita tidak terikat pada mekanisme-mekanisme instink. Akan tetapi perbedaan yang sangat penting antara manusia dan binatang yang lebih rendah terletak pada kemampuan kita akan kesadaran diri, pikiran, daya khayal.
2. Kepribadian Sehat menurut Fromm
            Fromm menyebut kepribadian yang sehat itu: orientasi produktif, yakni suatu konsep yang serupa dengan kepribadian yang matang dari Allport, dan orang yang mengaktualisasikan diri dari Maslow. Konsep itu menggambarkan penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata “orientasi”, Fromm menunjukkan bahwa kata itu merupakan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua kehidupan, respon-respon intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda dan peristiwa-peristiwa di dunia dan juga terhadap diri.
            Kata “produktif”, Fromm mengartikan kata itu menjadi lebih luas. Mungkin akan berguna jika memikirkan arti produktivitas sama dengan berfungsi sepenuhnya, mengaktualisasikan diri, mencintai, keterbukaan dan mengalami. Akan tetapi ada salah satu pengertian dimana kepribadian sehat dan produktif benar-benar menghasilkan sesuatu yang sangat penting dari orang, yakni diri.
3. Ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Fromm
a)     Cinta yang produktif
Adalah suatu hubungan manusia yang bebas dan sederajat dimana partner-partner dapat mempertahankan indiviualitas mereka.
b)     Pikiran yang produktif
Meliputi kecerdasan, pertimbangan dan objektivitas. Pemikiran produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikiran yang produktif berfokus pada seluruh gejala dengan mempelajarinya, bukan pad kepingan-kepingan gejala yang terpisah.
c)     Kebahagiaan
Merupakan suatu bagian integral dan hasil kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif; kebahagiaan itu menyertai seluruh kegiatan produktif. Dikatakan bahwa orang-orang yang produktif adalah orang yang berbahagia.
d)     Suara hati
Fromm membedakan 2 tipe suara hati, akni suara hati otoriter dan suara hati humanistis. Suara hati otoriter adalah penguasaan dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Penguasa itu bisa berupa orangtua, negara, dll. Suara hati otoriter ialah antithesis terhadap kehidupan produktif. Sedangkan suara hati humanistis ialah suara dari diri dan bukan dari suatu perantara dari luar. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyingkap seluruh kepribadian , tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. 


BAB III
            PENYESUAIAN DIRI
A. Konsep Penyesuaian Diri
            Penyesuaian diri memang belum bisa digunakan sebagai tolok ukur derajad kesehatan mental seseorang, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa penyesuaian diri sampai tingkat tertentu merupakan syarat mutlak bagi sehat tidaknya seseorang secara mental. Penyesuaian diri tetap merupakan faktor yang harus diperhitungkan untuk mempertimbangkan kesehatan mental seseorang, karena salah satu ciri orang yang sehat adalah dia mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
            Penyesuaian diri sering kali dimengerti sebagai kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan harapan kelompok. Individu yang sehat semestinya mampu memahami harapan kelompok tempat individu yang bersangkutan  dan melakukan tindakan yang sesuai dengan harapan tersebut.
            Penyesuaian diri juga dipahami sebagai mengatur kembali ritme hidup atau jadwal harian. Orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah orang yang dengan cepat mampu mengelola dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya, Andi bisa mematuhi nasehat dokter untuk mengatur pola dan jenis makanannya karena ia menderita diabetes.
            Selain itu, penyesuaian diri juga sering dipahami sebagai belajar hidup dengan sesuatu yang tidak dapat diubah. Orang memiliki penyesuaian diri yang baik bila bisa menerima keterbatasan yang tidak dapat diubah. Misalnya, Andi mengalami cacat fisik karena kecelakaan motor, tetapi ia bisa menerima keterbatasannya itu, sehingga Andi bisa melakukan kembali aktivitasnya seperti sebelum kecelakan tersebut terjadi.
            Dalam Bahasa Inggris, istilah penyesuaian diri memiliki dua kata yang berbeda maknanya, yaitu adaptasi (adaptation) dan penyesuaian (adjustment).
            Adaptasi yang dimaksud disini adalah individu yang melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Jadi, diri individulah yang berubah untuk melakukan penyesuaian. Contoh, bila menghadapi suhu yang panas maka individu tidak memakai pakaian yang berbahan tebal, atau minum air dingin supaya tetap merasa nyaman.
            Penyesuaian (adjustment) dipahami sebagai mengubah lingkungan agar menjadi lebih sesuai dengan diri individu. Contoh, pada suhu yang panas, individu menyalakan AC supaya suhu ruangan berubah menjadi dingin. Pada contoh ini, individu tidak berubah, tetapi lingkunganlah yang berubah.
            Orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik disebut dengan istilah maladjusted. Banyak yang berpendapat bahwa ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan baik (maladjusted) itu sama dengan abnormal. Padahal sebenarnya orang yang maladjusted tidak selalu abnormal. Sebaliknya, orang yang abnormal pasti maladjusted.
            Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik, umumnya memliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita.
  2. Kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan atau stress dan kecemasan.
  3. Mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya.
  4. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya.
  5. Mempunyai relasi interpersonal yang baik.


DAFTAR PUSTAKA

Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey. Editor: Sugiyono. 1993. Psikologi Kepribadian 1, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan, Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sumber lain:
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB2_410-0.pdf
wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26410/PPT+07.+Maslow.ppt