Sabtu, 12 April 2014

Tulisan 2: Kesmen



1. Pengalaman tentang stres yang berkesan.
Waktu kuliah di semester 3, saya mendapatkan kabar melalui sms bahwa saya terpilih untuk mengikuti program Sarmag (Sarjana Magister).  Saya pun mengikuti test program sarmag tersebut di Depok. Beberapa hari setelah mengikuti tes tersebut, ternyata saya lolos. Tentu perasaan saya senang karna bisa lolos tes tersebut, tetapi ada perasaan-perasaan lain yang mebuat saya berfikir untuk mengambil program sarmag tersebut atau tidak. Apabila saya menerima program tersebut saya harus menerima segala konsekuensi yang ada. Setelah mendapat kabar bahwa saya lolos tes program sarmag itu, saya langsung menceritakan kepada kedua orang tua saya. Mereka pun setuju apabila saya mengambil program sarmag itu. Di satu sisi saya memang ingin mengambil program tersebut karena saya ingin membuat orang tua saya bangga. Alasan lainnya karena dalam kuliah 4 tahun sudah mendapatkan 2 gelar yaitu sarjana dan magister. Itulah yang membuat saya tertarik mau mengikuti tes program sarmag tersebut. Tetapi di lain sisi, saya merasa tidak yakin dan tidak percaya diri terhadap diri saya, apakah saya bisa menjalaninya apabila saya sudah menjadi mahasiswa sarmag? Panitia program sarmag memberi waktu sekitar 2-3 hari kepada kami (calon mahasiswa sarmag) untuk memutuskan mengambil program tersebut atau tidak. Selama 2-3 hari itu cukup membuat saya stress dan pusing karna saya terus memikirkan hal itu. Pada malam harinya saya tidak bisa tidur, karna terus memikirkan program sarmag tersebut yang tentunya tidak akan datang untuk yang kedua kalinya.
Akhirnya saya berkonsultasi kepada orang tua dan teman-teman terdekat saya. Tidak lupa juga saya untuk berdoa kepada Tuhan, agar saya bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk diri saya kedepannya. Orang tua saya membebaskan saya untuk mengambil program itu atau tidak, apabila saya tidak mengambil program tersebut, saya pun tidak dimarahi. Teman-teman saya juga memberikan saran untuk saya mengenai hal ini. Hingga pada akhirnya, saya memutuskan untuk tidak mengambil program sarmag itu dengan segala konsekuensinya. Saya tidak menyesal atas keputusan saya itu, karena ternyata minat saya memang bukan di psikologi industri dan organisasi (jurusan psikologi sarmag jika mengambil program tersebut), melainkan di psikologi klinis atau di psikologi sosial.

2. Contoh kasus tentang stress.

Ibu Bunuh Anak Kandung karena Stres Terkena Kanker Payudara

Minggu, 9 Maret 2014 02:32 WIB




Laporan Wartawan Banjarmasin Post Burhani Yunus
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Kwee Fung Kin (45), nekat menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri Vincen Setiawan (8), Sabtu (8/3/2014) pukul 16.00 Wita.

Fung Kin merupakan warga Sultan Adam Kompleks, Jalan Sultan Adam Mandiri 4 Blok 3 A No 102, Banjarmasin Utara, Kalimantan Selatan.

Korban yang merupakan pelajar kelas dua SD Negeri Hipondo Banjarmasin itu, tewas dengan mengalami belasan mata luka di leher dan perutnya, akibat pisau dapur milik sang ibu.

Setelah menghabisi nyawa putra bungsunya, Fung Kin ingin mengakhiri hidupnya sendiri.
Perempuan tersebut, menikamkan pisau dapur dan juga menenggak bensin serta minyak tanah.

Kapolsek Banjarmasin Utara Ajun Komisaris Fahmi Ansori mengatakan, Fung Kin diduga stres sehingga nekat membunuh anak kandung dan mencoba bunuh diri.

"Diduga, dia stres lantaran penyakit kanker payudaranya tidak kunjung sembuh. Kekinian, kondisi tersangka masih kritis. Dia menikamkan pisau ke perutnya sebanyak sembilan kali, dan satu ketangan kirinya. Itu dia lakukan setelah membunuh anak kandung," tutur Fahmi, Sabtu malam.

Sementara Vincent, sudah dibawa ayah dan kakeknya untuk disemayamkan di Rumah Duka Mulia Sejahtera.

"Saya belum tahu di lokasi mana nanti Vincent dikebumikan," kata ayahnya, Chandra, di rumah duka.

Pendapat:
Menurut saya, pelaku telah mengalami stress tingkat berat. Dalam kasus di atas dikatakan bahwa pelaku sudah lama menderita penyakit kanker payudara dan tidak kunjung sembuh. Dalam hal ini berarti tekanan utama yang membuat pelaku tega membunuh anak kandunganya ialah penyakitnya sendiri. Ada beberapa kemungkinan yang membuat pelaku sudah tidak kuat lagi menghadapi penyakit yang dideritanya hingga pada akhirnya sang pelaku tega membunuh anak kandungnya sendiri.

Pertama, mungkin sang ibu kurang mendapatkan perhatian khusus dari keluarganya untuk menghadapi penyakitnya itu. Atau mungkin saja, di awal-awal ketika sang ibu menderita penyakit kanker payudara, keluarga memberikan perhatian khusus padanya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, sang ibu telah melakukan berbagai macam pengobatan untuk menyembuhkan penyakit nya itu namun tidak kunjung sembuh. Sehingga mungkin saja keluarga dari sang pelaku sudah merasa lelah atau capek serta lebih berpasrah dan berfikir kalau penyakit yang diderita sang pelaku (Kwee Fung Kin) memang sulit disembuhkan dan persentase kemungkinan untuk sembuh pun sangat kecil sekali. Kurangnya dukungan sosial dari orang-orang terdekat memang sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang.

Kedua, mungkin saja iman dari sang pelaku tidak  tumbuh dengan baik. Atau mungkin saja, ibu tersebut selalu berdoa kepada Tuhan YME, mohon kesembuhan atas penyakit yang dideritanya, namun doa nya tetap tidak dikabulkan, sehingga sang ibu merasa frustasi dan merasa kesal kepada Tuhan mengapa Tuhan tidak mengabulkan doa nya.

Ketiga, mungkin karena faktor-faktor yang telah disebutkan diatas mengakibatkan sang pelaku menjadi depresi berat. Orang yang menderita depresi berat tentunya tidak dapat berpikir dengan jernih, sehingga pelaku berpikir jika ia membunuh anaknya maka ia akan tetap bertemu dengan anaknya itu,  karena dalam berita di katakan “Setelah menghabisi nyawa putra bungsunya, Fung Kin ingin mengakhiri hidupnya sendiri”. Namun nyawa sang pelaku dapat tertolongkan.

Jadi apabila disekitar kita ada orang yang menderita penyakit yang serius dan sulit untuk disembuhkan, alangkah baiknya apabila kita memberi dukungan sosial berupa memberi perhatian dan kasih sayang kepada mereka, dengan tujuan agar mereka tidak merasa kesepian, karna masih ada orang-orang yang peduli dengan mereka, sehingga mereka pun tetap semangat menjalani hidup walau harus melawan penyakit yang dideritanya.

Rabu, 09 April 2014

Tugas 2 Kesehatan Mental: Stres dan Hubungan Interpersonal


STRES
A. Arti Penting Stres
    Stres adalah suatu kondisi dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64).
    Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak professional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagaitantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
       Ada beberapa tokoh yang memberikan definisi mengenai stres.
1.     J.P. Chaplin (1999)
Ia mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis.
2.     Atkinson (1983)
Stres terjadi ketika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun psikologisnya. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres.
3.     Rice (2002)
Stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang.
4.     Lazarus (1999)
Stress adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai.
5.     Menurut Atwater (1983)
Stres merupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang menghendaki individu untuk meresponnya secara adaptif.
6.     Feldman (1989)
Stres adalah suatu proses dalam rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan; serta individu merespon peristiwa itu baik pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku.
7.     Hans Selye (dalam, Hahn&Payne, 2003)
Stres adalah respon yang tak spesifik dari tubuh terhadap berbagai tuntutan yang ada, dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik atau emosional.
       Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan proses psikobiologikal (adanya: stimulus yang membahayakan fisik dan psikis bersifat mengancam, lalu memunculkan reaksi-reaksi kecemasan).

General Adaptation Syndrome (GAS) dari Selye
        Selye (dalam Sarafino, 2006), mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
  1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
  Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
  1. Fase perlawanan (Stage of Resistence )
   Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
  1. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
     Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES.
Merupakan gabungan dari faktor internal (individu) dan eksternal (sosial), yaitu:
1. Faktor Sosial
a. jumlah peristiwa yang menjadi stressor, kemunculannya secara bersamaan.
b. situasi tertentu, misal: dengan siapa kita hidup, seberapa lama kita mengalami stres tersebut.
2. Faktor Individual
a. Karakteristik kepribadian individu, misal: pemarah, ambisius, agresif.
b. Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan stres, antara lain: inteligensi, fleksibilitas berpikir, banyak akal.
c. Harga diri (self-esteem).
d. Bagaimana individu menerima atau mempersepsikan peristiwa yang potensial memunculkan stres.
e. Toleransi terhadap stres, tergantung pada: kondisi kesehatan, tingkat kecemasan.

EFEK DARI STRES
     Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum:
1.     Gejala Fisiologis
Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.
2.     Gejala Psikologis
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stress. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
3.     Gejala Perilaku
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.

B. Tipe-tipe Stres Psikologis
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan bersumber dari:
·       dalam diri (misal: ambisi)
·       luar diri (misal: kompetisi di lingkungan)
·       gabungan keduanya.
Apabila terlalu keras menuntut diri sendiri, dapat memunculkan perilaku self-defeating, dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis).
2. Frustrasi (Frustration)
          Muncul karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar, tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya kesempatan.
      Sumber frustrasi dari dalam diri individu: (a) tidak punya kemampuan, (b) rendahnya komitmen, (c) rendahnya kepercayaan diri, (d) perasaan bersalah, (e) karakteristik individu: jenis kelamin, warna kulit.
      Tingkat frustrasi tertentu merupakan bagian dari proses pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik dan seksual sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen pada orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan perilaku yang agresif, semakin rendah toleransi kita terhadap frustrasi maka semakin mudah kita untuk cenderung menjadi agresif.
3. Konflik
         Muncul ketika individu berada dalam kondisi di bawah tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang saling bertentangan secara simultan atau bersamaan. Konflik dibedakan berdasar nilai dari masing-masing pilihan; jika pilihannya memiliki tujuan yang positif bagi individu maka dinamakan sebagai approach tendency. Sedangkan jika pilihannya memiliki tujuan negatif dinamakan avoidance tendency.
Macam-macam konflik:
a. approach- approach conflict, adalah suatu konflik antara dua tujuan yang positif, dimana kedua tujuan itu mempunyai daya tarik yang sama.
b. avoidance-avoidance conflict, adalah konflik yang melibatkan dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi negatif.
c. approach-avoidance conflict, adalah konflik yang paling sulit dipecahkan. Satu objek memiliki konsekuensi positif maupun negatif.
d. double approach-avoidance conflict, adalah konflik yang melibatkan dua alternatif yang sama-sama punya konsekuensi positif dan negatif.
4. Kecemasan
        Merupakan perasaan samar-samar, rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Gejala cemas: jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin. Secara psikologis dianggap wajar jika dalam intensitas yang normal, karena kecemasan merupakan tanda alarm yang memperingatkan kita bahwa bahaya sudah dekat dan membangkitkan kita untuk meresponnya secara tepat.
Kecemasan dibagi 2 berdasarkan ukurannya:
  1. Kecemasan taraf ringan-sedang: menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety).
  2. Kecemasan yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxiety).
C. Symptom-Reducing Respons Terhadap Stres
Ada dua macam penyesuaian untuk mengurangi gejala stres:
1)    Yang bersifat tak disadari: adalah defense mechanism (mekanisme pertahanan diri atau ego).
2)    Yang bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres; misal tertawa.
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
      Merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme ini dipelopori oleh Sigmund Freud, yang digunakan untuk mengatasi emosi negatif. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul saat individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama sekali. Strategi ini tidak mengubah situasi stress, melainkan semata-mata bertujuan untuk mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi.
Berikut akan diuraikan jenis-jenis Defense Mechanism, yaitu:
1) Represi (repression)
Berusaha menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting)–fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.
2) Supresi (supression)
Upaya sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Berusaha menolak atau menghambat realita internal.
3) Pengingkaran (Denial)
Menolak melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4) Rasionalisasi
Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception sangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.
5) Regresi
Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.
6) Proyeksi
Upaya individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.
7) Reaksi-formasi
Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua berlebihan.
8) Sublimasi (displacement)
Tidak tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.
9) Acting Out
Membebaskan tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dgn mengekspresikannya secara simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak disadari.
10) Fantasi
Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).

SARANA COPING UNTUK STRES MINOR
     Merupakan respon terhadap stres ringan, yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar individu. Berlaku otomatis, tetapi lebih disadari oleh individu (ada pada level kesadaran). Sarana yang dilakukan dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan, serta pola kebiasaan individu dalam menghadapi stres.
Jenisnya:
a. kontak fisik (dielus), makan, minum
b. tertawa, menangis, memaki/ mengutuk
c. membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri
d. melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olahraga, jalan-jalan, main games).

D. Pendekatan Problem Solving Terhadap Stres
     Merupakan jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu, sehingga lebih efektif.
Jenisnya:
  1. memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.
  2. memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.
MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP STRES
  1. Toleransi terhadap tekanan
Membiasakan diri bekerja di bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
  1. Toleransi terhadap frustrasi
Berusaha lebih independen terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.
  1. Toleransi terhadap konflik
Menyadari adanya konflik mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.
  1. Toleransi terhadap kecemasan
Mencoba tetap merasakan kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas.
PENDEKATAN YANG BERORIENTASI TUGAS
  1. Pendekatan Asertif
Merupakan pendekatan yang menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan keinginan tanpa merebut hak orang lain.
  1. Pendekatan Menarik Diri
Dapat dilakukan apabila sumber stress tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi. Strategi sementara untuk mengatasi stres yang dapat berakibat memperburuk kesehatan individu tersebut. Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan biaya kuliah.
  1. Berkompromi
Biasa digunakan apabila agen sumber stress memiliki otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauhmana kepuasan dapat diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi stres.

HUBUNGAN INTERPERSONAL

A. Model-Model Hubungan Interpersonal
               Ada sejumlah model untuk menganalisa hubungan interpersonal. Coleman dan Hammen, menyebutkan 4 buah model, yaitu: (1) Model Pertukaran Sosial, (2) Model Peranan, (3) Model Permainan, (4) Model Interaksional.
  1. Model Pertukaran Sosial
       Model Sosial disebut juga sebagai bentuk relationship dengan pertukaran yang adil. Tujuannya adalah mencapai kepuasaan kebutuhan di antara individu-individu yang terlibat (mutual satisfaction of needs). Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesutau yang memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisa adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari dari segi ganjaran dan biaya. Ada tiga prinsip dasar komunikasi dalam Model Sosial, yaitu:
a)    Reward (Ganjaran)
ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Macam penghargaan ada yang nyata (makanan, seks, uang) dan kompleks (pengakuan, restu). Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.
b)    Cost (Biaya)
adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Sering diistilahkan dengan kerugian. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan.
c)     Outcomes (perolehan)
dalam hubungan merupakan selisih antara rewards dan costs. Bila rewards dikurangi cost hasilnya minus, maka hubungan cenderung berakhir.
d)    Comparison level (standar pembanding)
yaitu harapan individu mengenai tingkat rewards dan costs yang mereka inginkan dalam hubungan tertentu. Banyak orang memiliki standar pembanding yang tinggi dengan banyak rewards dan sedikit costs. Jika apa yang diterima dalam hubungan tidak sesuai dengan standar pembanding, maka individu akan kecewa dalam hubungan. Sebaliknya bila standar pembanding rendah, maka individu cenderung bahagia dengan berbagai hubungan yang dijalin.
  1. Model Peranan
        Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai  panggung sandiwara. Disini setiap  orang harus memerankan peranannya sesuai  dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal  berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya.
  1. Model Permainan
      Model ini berasal dari psikiater Eric Berne (1964, 1972) yang menceritakannya dalam buku Games People Play. Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis transaksional. Merupakan konsep yang menjelaskan sistem yang berhubungan antara perasaan dalam diri individu dengan persepsinya yang dimanifestasikan dalam pola-pola perilaku, seperti kata-kata yang diucapkan, perubahan suara, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan posisi tubuh.
               Yang mendasari permainan ini adalah tiga kepribadian manusia yaitu orang tua (P), orang dewasa(A), dan anak-anak (C).
-  Anak (child ego state) = seluruh keinginan dan perasaan yang muncul secara alami, terdiri dari: natural child (free child) dan socialized child
- Orangtua (parent ego state) = seluruh persepsi, sikap dan pola perilaku orangtua, dipelajari dari luar diri sepanjang perkembangan kita terutama dari orangtua, terdiri dari: nurturing parent (mendukung, membimbing) dan critical parent (mengendalikan, menekan).
- Dewasa (adult ego state) = bersifat rasional dan berorientasi pada realita, muncul dari proses berbagai sumber untuk mengatur perilaku (biasanya socially desirable).
   Ketiganya bersifat esensial. Dapat menjadi tidak sesuai apabila terjadi ketidakseimbangan kepribadian, misal: sangat dominan, terlalu kaku. Biasanya setiap individu memiliki satu ego state dominan, tetapi ketiganya dapat digunakan. Yang dianggap efektif adalah free child, nurturing parent, dan adult.
  1. Model Interaksional
        Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem.  Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang  saling tergantung dan bertindak bersama  sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan  untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.

B. Pembentukan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal
PEMBENTUKAN KESAN
           Kesan muncul dalam waktu singkat, biasanya hanya merupakan hasil pengamatan indera semata (misal: kontak mata), merupakan penilaian singkat yang disesuaikan dengan harapan subjektif, serta hanya menyimpan sedikit informasi tentang objek pengamatan tersebut. Objek kesan antara lain: jenis kelamin, usia, ras, daya tarik fisik, cara berpakaian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesan:
  1. Terbatasnya informasi
  2. Kesamaan (asumsi kesamaan), membandingkan objek dengan diri kita.
  3. Isyarat yang keliru, seperti: perempuan yang ramah pasti mau diajak kencan.
  4. Stereotipe, merupakan keyakinan umum, seperti: rambut gondrong pasti anak berandal; profesor biasanya berkepala botak.
  5. Kesalahan logis, seperti: orang yang mudah menarik perhatian biasanya cerdas dan intelek atau orang sukses dan sebaliknya.
  6. Hallo effect dan devil effect, rasa suka atau tidak suka akan mempengaruhi penilaian kita terhadap perilaku orang lain.

KETERTARIKAN INTERPERSONAL
Individu mulai tertarik pada individu lain karena beberapa faktor berikut:
  1. Kedekatan fisik (physical proximity), misal: satu fakultas, tetangga dekat.
  2. Kesamaan diri, contoh: punya kesamaan prinsip, sikap, atau latar sosial budaya.
  3. Saling menyukai (mutual liking). Penelitian Aronson (1980) yang terkait:
-        kita akan menyukai orang yang menyukai kita
-        orang akan menyukai kita apabila kita menyukainya
-        kita lebih menyukai seseorang yang rasa sukanya mulai muncul atau bertambah kepada kita, daripada dengan orang yang telah dari dulu menyukai kita.
  1. Ketertarikan fisik, biasanya tergantung pada standar individu, jenis kelamin, dan budaya.
-        laki-laki menyukai perempuan karena daya tarik seksualnya.
-        perempuan menyukai laki-laki karena kepribadiannya atau kecakapannya.

C. Intimasi dan Hubungan Pribadi
KONSEP KEINTIMAN
      Membicarakan suatu relasi yang intim, akan mengarahkan kita pada aspek emosional manusia yang biasanya dikaitkan dengan ikatan cinta. Termasuk di dalam relasi yang intim adalah kedekatan antara individu, saling berbagi, adanya komunikasi, dan usaha untuk saling mendukung. Keintiman memiliki arti kelekatan personal kepada individu lain, dimana pasangan tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Sedangkan hubungan personal (intim) merupakan hubungan yang memiliki kedekatan emosional antara dua orang atau lebih, seperti dengan teman, kekasih, sahabat, yang mungkin atau tidak melibatkan keintiman baik secara fisik atau seksual.
       Berdasarkan pendekatan dalam Teori Hubungan Interpersonal, keintiman dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Fair-exchange model
Keintiman merupakan hubungan satu sama lain tidak menghitung untung-rugi, antar pasangan saling memberi dan menerima secara spontan di mana satu sama lain merasa terpuaskan.
  1. Transactional analysis model
Keintiman melibatkan kasih sayang, game-free transaction antar pasangan, dengan sedikit manipulasi di antara keduanya.
  1. Role model
Keintiman diharapkan sebagai hubungan personal yang kaya, memiliki komunikasi yang terbuka antara pasangan, dan keterlibatan mendalam secara emosional melebihi peranperan lain yang diharapkan.

KONDISI-KONDISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEINTIMAN.
        Keintiman bukanlah suatu relasi yang begitu saja terjadi. Suatu hubungan interpersonal dapat berkembang lebih mendalam menjadi intim, apabila kondisi-kondisi berikut ini berkembang ke arah positif. Adapun, kondisi tersebut adalah:
  1. Saling mengungkapkan diri
Mutual self-disclosure dapat diartikan sebagai kesadaran antara dua orang atau lebih untuk berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Pengungkapan diri berhubungan erat dengan kepercayaan (trust).
  1. Kesesuaian pribadi (compatibility)
Kesesuaian pribadi merupakan faktor yang menghubungkan antara pengungkapan diri dengan keintiman pada individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian adalah kesamaan: budaya, sosial, latar pendidikan, minat, temperamen, pemikiran, serta keinginan saling melengkapi.
  1. Saling membantu
Kondisi saling membantu dalam suatu relasi terdiri atas keinginan membantu pasangan serta keinginan mendapatkan bantuan dari pasangan (mutual). Tahapan dalam kondisi tersebut adalah memahami pasangan dengan arah berempati, unconditional giving, dan menyesuaikan diri dengan gaya keintiman pasangan.


Sumber:
Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Dewi, Kartika Sari. (2012). BUKU AJAR: KESEHATAN MENTAL. Semarang: UPT             UNDIP Press.
Rakhmat, Jalaluddin. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Riyanti, B.P. Dwi., Hendro Prabowo. (1998). Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas             Gunadarma.
Widyarini, Nilam. 2005. BAB 10. KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI.             http://nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30402/BAB+10.+DAYA+TARIK+INTERPERSONAL.pdf