Minggu, 09 November 2014

Psikologi Manajemen (Tugas 2)



I. Teori motivasi yang dapat menggerakkan proses kerja karyawan dibagi menjadi dua, yaitu teori motivasi isi dan teori motivasi proses. Teori motivasi isi, terdiri dari: teori tata tingkat kebutuhan, teori eksistensi relasi pertumbuhan, teori dua faktor, dan teori motivasi berprestasi. Sedangkan teori motivasi proses, terdiri dari: teori pengukuhan, teori tujuan, teori expectancy, dan teori equity. Berikut ini penjelasan dari masing-masing teori.

1. Teori Motivasi Isi
      a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Jika suatu kebutuhan dipenuhi, langsung diganti oleh kebutuhan lain. 
Maslow mengajukan lima kelompok kebutuhan, yaitu:

1)     Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologikal tubuh kita. Seperti: oksigen, makanan, minuman. Kebutuhan fisiogikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar, yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka yang harus individu berhenti eksistensinya.

2)      Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita jumpai kebutuhan ini dalam bentuk “rasa asing” sewaktu menjadi tenaga kerja baru.

3)     Kebutuhan sosial
Kebutuhan ini mencakup member dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.

4)      Kebutuhan harga diri
Kebutuhan harga diri ini dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pendapatnya. Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis, yaitu:
-          Mencakup faktor internal: kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan kompetensi.
-          Mencakup faktor eksternal: kebutuhan untuk dikenali dan diakui dan status.

5)      Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

      b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
 Teori motivasi ini juga dikenal sebagai teori ERG (Existence, Relatedness,dan Growth Needs) yang dikembangkan oleh Alderfer. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mobil.
2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh.

      c. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor ini juga bisa disebut teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg. Motivasi kerja berkaitan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang Herzberg namakan faktor motivasi adalah faktor intrinsik, sedangkan, kelompok faktor yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan.

Faktor Intrinsik :
1) Tanggung jawab (responsibility)
Besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2) Kemajuan (advancement)
Kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya tergantung pada dirinya.
3) Pekerjaan itu sendiri
Besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
4) Capaian (achievement)
Besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
5) Pengakuan (recognition)
Besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.

Faktor Ekstrinsik :
1) Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
2) Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3) Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya.
4) Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
5) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.

      d. Teori Motivasi Berprestasi
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya teori ini lebih tepat disebut dengan teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need of power) dan kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan (need for affiliation).

1) Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), mereka dengan dorongan prestasi yang tinggi berbeda dari orang lain dalam keinginan kuat mereka untuk melakukan hal-hal yang lebih baik.

2) Kebutuhan untuk berkuasa (need for power), adanya keinginan kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.

3) Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation), orang dengan kebutuhan berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang berusaha mendapatkan persahabatan, mereka ingin disukai dan diterima oleh orang lain, mereka lebih menyukai situai kooperatif,mereka berusaha menghindari konflik.

2. Teori Motivasi Proses
      a. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner yang memiliki dua aturan pokok, yaitu mencari jawaban-jawaban yang benar dan menghilangkan jawaban-jawaban yang salah.

Pemerolehan dari satu perilaku menuntut adanya satu pengukuhan sebelumnya. pengukuhan dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telah diberikan), tetapi organisme harus membuat kaitannya antara aksi atau tindakannya dengan akibat-akibatnya.

Menurut aturan ini, jawaban yang salah cenderung dihilangkan dan disarankan untuk tidak memberikan punishment karena akan memungkinkan munculnya rasa takut dan adanya permusuhan. Siegel dan Lane (1982) menjelaskan bagaimana manajemen dapat meningkatkan motivasi kerja untuk para tenaga kerja, antara lain :
1) Menentukan hasil perilaku yang diinginkan
2) Mengkomunikasikan perilaku kegiatan secara jelas pada tenaga kerja
3) Menjelaskan reward yang akan diterima jika tindakan yang dilakukan benar

      b. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat (tujuan-tujuan) dengan perilaku.

Aturan dasar dari teori ini adalah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit khusus dan pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus dan yang mudah dicapai.

Proses penetapan tujuan ini dapat dilakukan berdasarkan gagasan sendiri sebab jika individu memiliki motivasi yang bercorak proaktif, ia bisa membuat motivasinya semakin besar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Sedangkan jika motivasi individu bercorak reaktif maka motivasi untuk mengerjakan tujuan sebaik mungkin tidak terlalu diperdulikan.

      c. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Awalnya teori ini dikembangkan oleh Vroom, namun lebih lanjut teori ini dikembangkan oleh Porter & Lawler. Lawler mengajukan empat asumsi, antara lain :

1) Setiap output alternatif mempunyai nilai yang mengacu pada ketertarikan seseorang. Yang jika disadari maknanya serupa dengan penetapan tujuan. Sedangkan jika tidak disadar, motivasi kerja individu akan bersifat reaktif.
2) Individu yang memiliki harapan-harapan tentang effort, mereka akan mengarah pada perilaku yang dituju.
3) Individu yang memiliki harapan-harapan tentang outcomes, akan diperoleh setelah mereka melakukan performance.
4) Tindakan dan upaya yang berkaitan tadi ditentukan dari harapan- harapan yang ada.

Menurut Lawyer, faktor-faktor yang menetukan tercapainya perilaku kerja berasal dari harga diri atau kepercayaan diri, informasi dari luar, dsb. Dan besar kecilnya harapan ditentukan dengan berbagai faktor yaitu, pengalaman masa lalu, kepercayaan dalam kendali internal melawan eksternal, dll.

      d. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori yang dikembangkan oleh Adams ini memberi batasan pada sesuatu yang dianggap adil dalam kebudayaan kita, juga terhadap reaksi-reaksi dalam situasi yang dipersepsikan secara tidak adil/tidak wajar.

Salah satu asumsi dari Adams ialah jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan/gaji penghasilan, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan pada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran kerja mereka.
        Teori ini mempunyai empat asumsi, diantaranya :
1) Individu berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan
2) Jika terdapat ketidakadilan, kondisi ini dapat menimbulkan ketegangan untuk mengurangi atau menghilangkan.
3) Makin besar persepsi ketidakadilan, maka akan semakin besar motivasi untuk bertindak mengurangi ketegangan tersebut.
4) Individu akan mempersepsikan ketidakadilan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.

II. Pola Kepemimpinan (Otokratik, Demokratik dan Permisif)

1. Gaya Kepemimpinan Otokratik
Kata otokratik sendiri diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri. Kepemimpinan otokratik adalam model kepemimpinan dimana seorang pemimpin selalu merasa bahwa produk pemikirannya dipandang benar, keras kepala, atau rasa aku yang keberterimaannya pada orang lain bersifat dipaksakan.

Ciri-ciri kepemimpinan otokratik menurut Danim (2004):
·        Beban kerja organisasi pada umumnya ditanggung oleh pemimpin
·     Bawahan, oleh pemimpin hanya dianggap sebagai pelaksana dan mereka tidak boleh memberikan ide-ide baru
·        Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar keras dan tidak kenal lelah
·        Menentukan kebijakan sendiri dan kalaupun bermusyarah sifatnya hanya penawar saja
·   Memiliki kepercayaan yang rendah terhadap bawahan dan kalaupun kepercayaan  diberikan, di dalam dirinya penuh ketidakpercayaan
·        Komunikasi dilakukan secara tertutup dan satu arah
·        Korektif dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang

Kelebihan
Ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.

Kekurangan
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratik
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinanan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

Ciri-ciri kepemimpinan demokratis menurut Danim (2004):
  • Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama organisasi itu
  • Bawahan, oleh pimpinan dianggap sebagai komponen pelaksana, harus diberi tugas dantanggung jawab
  • Disiplin akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama
  • Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan
  • Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah

Kelebihan
a. Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
c. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
d. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
e. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
f. Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.

Kelemahan
a. Proses pengambilan keputusan akan memakan waktu yang lebih banyak
b. Sulitnya pencapaian kesepakatan

3. Gaya Kepemimpinan Permisif
Pemimpin permisif merupakan pemimpin yang tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pemimpin memberikan kebebasan kepada bawahannya sehingga bawahan tidak mempunyai pegangan yang kuat terhadap suatu permasalahan. Pemimpin yang permisif cenderung tidak konsisten terhadap apa yang dilakukan.

Ciri-ciri pemimpin permisif menurut Danim (2004):
·         Tidak ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri
·         Mengiyakan semua saran
·         Lambat dalam membuat keputusan
·         Banyak “mengambil muka” kepada bawahan
·         Ramah dan tidak menyakiti bawahan

Kelebihan
a. Bawahan tidak terlalu tertekan
b. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.
c. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya.
d. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.

Kelemahan
a. Pemimpin tidak terlalu berperan sertas ama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
b. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
c. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.
d. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum.


Sumber:

Munandar, A.S., (2012). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesi (UI-Press)
Danim, Sudarwan. (2012). Motivasi Kepemimpinan & Efektifitas Kelompok. Bandung: Rineka Cipta