Selasa, 31 Maret 2015

Tugas1 : PSIKOTERAPI

I. EMPAT PENDEKATAN DALAM PSIKOTERAPI
A. Pendekatan Psikoanalisa 
 Psikoanalisis adalah aliran psikologi yang memberi penekanan khusus pada peran ketidaksadaran. Pendekatan ini berfokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Dua tokoh utama dalam psikoanalisis yaitu Sigmund Feud (1856-1939) yang menciptakan Psychodynamic (Psikodinamik) pertama kali, ia adalah seorang neurologist dari Austria, dan Carl Gustav Jung yang dikenal dengan teori Psikologi Analitis. 

Psikoanalisis sebagai teori dari psikoterapi berasal dari uraian Freud bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatik dari pengalaman seksual pada masa kecil. Pada tahun 1885 dan 1905, Freud mencoba menggunakan hypnosis sebagai sarana terapeutik untuk regresi dan katarsis. Kemudian ia mengembangkan metode asosiasi bebas. Di akhir karirnya, Freud menyarankan perlunya mengkombinasikan teknik-teknik psikoanalisis dengan hypnosis untuk membuat terapi menjadi lebih singkat dan efektif. Teknik ini dikenal dengan nama hypnoanalisis.

Freud menjelaskan cara kerja psike manusia, terdapat 2 wilayah psike yang utama yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran diibaratkan sebagai gunung es yang kelihatan, sementara ketidaksadaran adalah bagian terbesar gunung es yang terbenam di bawah permukaan laut. Freud menambahkan bahwa diantara kesadaran dan ketidaksadaran ada yang namanya prasadar, yang berisi ingatan-ingatan yang sewaktu-waktu masih bisa diangkat ke kesadaran. Dalam ketidaksadaran berisi insting dan pengalaman traumatis yang direpresi.

Psikoanalisis menunjukkan kepada kita bahwa dunia ketidaksadaran adalah dunia psikis yang sangat luas sekaligus sangat bernilai. Teori dan praktek psikodinamik sekarang ini sudah dikembangkan dan dimodifikasi sedemikian rupa oleh para murid dan pengikut Freud guna mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Beberapa teknik dasar dalam pendekatan psikoanalisa:
1)      Asosiasi bebas: teknik untuk mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lampau dan apa saja yang terjadi pada dirinya dengan leluasa, tanpa dihambat atau dikritik serta tanpa perlu berusaha membuat uraian yang logis, teratur dan penuh arti (Hall & Lindzey, 1993).
2)      Interpretasi: teknik yang digunakan untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi perasaan pasien, dengan tujuan untuk menemukan materi yang tidak disadari.
3)      Analisis mimpi: karena mimpi merupakan ekspresi simbolik dari kebutuhan-kebutuhan yang terdesak, maka teknik ini untuk mencari isi mimpi yang laten (tersembunyi)  sehingga dapat ditemukan sumber-sumber konflik terdesak.
4)      Analisis resistensi: salah satu teknik dimana pasien enggan untuk mengungkapkan materi ketidaksadaran yang mengancam dirinya. Namun terapis harus dapat menerobos pertahanan diri pasien agar dapat teramati, untuk selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan, sehingga pasien menyadari alasan timbulnya resistensi tersebut.
5)      Analisis transferensi: dilakukan dengan mengusahakan agar pasien dapat mengembangkan transferensinya guna mengungkapkan kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa kanak-kanak.

Tujuan dari pendekatan metode psikoanalisis adalah supaya pasien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, pasien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi). 

Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikodinamik adalah: Ego State Therapy, Part Therapy, Trance Psychotherapy, Free Association, Dream Analysis, Automatic Writing, Ventilation, Catharsis dan lain sebagainya.

B. Pendekatan Behaviorisme 
Steven Jay Lynn dan John P. Garske (dalam Sanyata, 2012) menyebutkan bahwa teori dan pendekatan behavior sering disebut sebagai modifikasi perilaku (behavior modification) dan terapi perilaku (behavior therapy), sedangkan menurut Carlton E. Beck (dalam Sanyata, 2012) istilah ini dikenal dengan behavior therapy, behavior counseling, reinforcement therapy, behavior modification, contingency management. Istilah pendekatan behavior pertama kali digunakan oleh Lindzey pada tahun 1954 dan kemudian lebih dikenalkan oleh Lazarus pada tahun 1958. Istilah pendekatan tingkah laku lebih dikenal di Inggris sedangkan di Amerika Serikat lebih terkenal dengan istilah behavior modification. Pendekatan behaviorisme ini berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup.

Menurut Franks (dalam Gunarsa, 2007) ada hal- hal yang sangat berpengaruh terhadap munculnya behavior therapy, yaitu:
1) Hasil penelitian dan tulisan dari I.P. Pavlov (1927, 1928) mengenai percobaan-percobaan dan hasilnya yang telah dilakukan dengan mempergunakan hewan percobaannya (anjing), yang sekarang dikenal dengan nama Classical Conditioning atau Associative Learning.
2) Hasil penelitian dan tulisan dari E.L. Thorndike mengenai proses belajar dengan hadiah yang menghasilkan hukum efek (law of effect), dikenal dengan nama kondisioning aktif atau operant conditioning dan perilaku instrumental.  Operant Conditioning, yaitu konsep bahwa seseorang melakukan sesuatu karena berharap hadiah dan menghindari hukuman.

Menurut Corey (dalam Gunarsa, 2007) terdapat beberapa tahap dalam psikoterapi pendekatan behavioristic, diantaranya:
1) Tahap kondisioning klasik, dimana perilaku yang baru dihasilkan dari individu sevcara pasif.
2) Tahap kondisioning aktif (operant), dimana perubahan-perubahan di lingkungan yang terjadi akibat sesuatu perilaku bisa berfungsi sebagai penguat-ulang (reinforce) agar sesuatu perilaku bisa terus diperlihatkan, sehingga kemungkinan perilaku tersebut akan diperlihatkan terus dan semakin diperkuat.
3) Tahap kognitif, berperan baik dalam proses pemahaman maupun perlakuan terhadap pasien.

Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Tujuan dari terapi perilaku secara umum adalah untuk menghilangkan pola-pola perilaku maladaptive dan membantu mempelajari perilaku yang efektif/konstruktif, mengubah tingkah laku maladaptive seseorang serta menciptakan kondisi-kondisi yang baru yang memungkinkan terjadinya proses belajar ulang. Pendekatan ini dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok.

Berbagai metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan behavior therapy adalah Exposure and Respon Prevention (ERP), Systematic Desensitization, Behavior Modification, Flooding, Operant Conditioning, Observational Learning, Contingency Management, Matching Law, Habit Reversal Training (HRT) dan lain sebagainya.

C. Pendekatan Humanistik 
Dalam pendekatan Humanistic Therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Menurut Psikologi Humanistik (dalam Basuki, 2008), manusia adalah makhluk kreatif yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi pasien melainkan memberi kesempatan pada pasien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.

Terapis humanistik berfokus pada pengalaman klien yang subjektif dan disadari. Seperti terapis perilaku, terapis humanistik juga lebih berfokus pada apa yang dialami klien saat ini. Akan tetapi, ada juga persamaan antara terapis psikodinamika dan humanistik, keduanya mengasumsikan bahwa masa lalu mempengaruhi perilaku dan perasaan pada masa kini dan keduanya mencoba untuk memperluas self-insight klien.

Bentuk utama dari terapi humanistik adalah Terapi berpusat individu (client-centered teraphy). Rogers percaya bahwa orang-orang memilki kecenderungan motivasional alami ke arah pertumbuhan, pemenuhan, dan kesehatan. Dalam pandangan Rogers, gangguan psikologis berkembang sebagian besar akibat hambatan yang ditempatkan oleh orang lain dalam perjalanan ke arah self-actualization.

Tujuan dari pendekatan ini adalah agar pasien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya. Metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan humanistik adalah Gestalt Therapy, Client Cantered Psychotherapy, Depth Therapy, Sensitivity Training, Family Therapies, Transpersonal Psychotherapy dan Existential Psychotherapy.

D. Pendekatan Kognitif
Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya kecemasan atau depresi. Terapi kognitif punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck.

Menurut Emair (dalam Selvera, 2013) Terapi kognitif untuk mengatasi keyakinan-keyakinan negatif atau kesalahan dalam proses kognitif pada individu yang mengalami gangguan somatisasi. Terapi kognitif adalah bentuk terapi di mana pasien atau subjek diajarkan keterampilan mengidentifikasi,mengevaluasi dan menanggapi dirinya sendiri sehingga mengalahkan pikiran-pikiran yang menyimpang serta menerapkan terapi kognitif untuk mengubah pikiran, suasana hati dan perilaku pada penderita gangguan somatisasi.

Tujuan utama dalam pendekatan Cognitive adalah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional. Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan Cognitive adalah Collaborative Empiricism, Guided Discovery, Socratic Questioning, Neurolinguistic Programming, Rational Emotive Therapy (RET), Cognitive Shifting. Cognitive Analytic Therapy (CAT)  dan sebagainya.

II. KASUS YG BISA DITANGANI DENGAN PENDEKATAN
A. Psikoanalisa
Seorang perempuan bernama Sarah yang berusia 30 tahun diketahui belum menikah dikarenakan ia mempunyai rasa benci yang amat mendalam terhadap seorang pria. Akhirnya ia datang ke seorang terapis. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata Sarah mempunyai masa lalu yang kelam. Ayahnya meninggal ketika ia masih berumur 6 tahun. Pada saat remaja, ia sering kali dilecehkan oleh seorang pria yang berusia sekitar 20an yang rumahnya tidak jauh dari tempat tinggal Sarah. Pada saat itu, Sarah tidak berani menceritakan ke ibunya karena diancam oleh laki-laki tersebut. Itu sebabnya Sarah menganggap bahwa semua laki-laki itu jahat, maka ia sangat benci terhadap laki-laki.

B. Behaviorisme
Misalnya pada kasus fobia anjing, penderita fobia mengasosiasikan anjing sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia pernah melihat orang yang berlari-lari ketakutan terhadap anjing. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa "ketika saya melihat anjing maka respon saya adalah perilaku ketakutan sambil berlari menjauhi anjing". Jadi setiap kali ia melhat anjing ia merasa cemas dan takut, bahkan hanya melihat gambar anjing saja ia merasa cemas.

C. Humanistik
Seorang mahasiswi (Ika) semester akhir  sedang merasakan kekhawatiran karena ia akan dilamar oleh pemuda idaman orang tuanya. Keduanya sudah pernah bertemu pada acara keluarga. Menurutnya, pemuda itu mempunyai akhlak yang baik dan sudah bekerja sebagai pegawai negri sipil. Ika menjadi ragu untuk menghadapi lamaran itu karena selama ini dia tidak pernah memiliki teman pria yang special/pacar. Karena teman laki-laki Ika dulu saat masih SMA sudah meninggal karena kecelakaan saat mereka berdua berboncengan motor dari pulang sekolah. Sejak informasi bahwa ada pemuda yang akan melamarnya, perasaannya menjadi asing, dia ingin memberikan kepercayaan namun sangat sulit baginya. Ika selalu terbayang bahwa dia bisa saja kehilangan lagi orang yang dia kasihi, namun disisi lain Ika merasakan kesepian dan membutuhkan seorang teman yang bisa memahaminya. Ketidakkonsistenan dan pertentangan ini membuat Ika menjadi bingung dan datang ke seorang terapis.

D. Kognitif
Misalnya, ada seorang pria paruh baya yang datang ke seorang terapis untuk mengatasi ketakutannya terhadap legenda masyarakat mengenai hantu. Ia mengatakan bahwa jika ia mengaca pada malam hari dan mengatakan “bum ba bum” maka hantu akan datang dan membunuhnya.

III.  ULASAN DARI KASUS DI ATAS BISA DITANGANI OLEH PENDEKATAN
A. Psikoanalisa
Menurut saya, dari contoh kasus yang pertama dapat diatasi dengan pendekatan psikoanalisa karena dalam pendekatan ini masalah hadir karena adanya pengalaman masa lalu yang traumatis. Dengan pendekatan psikoanalisa terapis dapat menemukan masalah yang ada pada diri pasien (sarah), dengan salah satu teknik yaitu asosiasi bebas, dimana pasien dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman di masa lalunya yang traumatik. Selama berlangsungnya asosiasi bebas, terapis harus menjadi pendengar yang baik, harus aktif memperhatikan perasaan, ucapan-ucapan pasien, mencatat gerak tubuh, nada suara dan bahasa tubuh lainnya.

B. Behaviorisme
Dari contoh kasus yang kedua, cocok diatasi dengan pendekatan belajar atau pendekatan behavior karena tujuan dari pendekatan ini adalah mengubah tingkah laku yang salah suai menjadi tingkah laku baru yang lebih sesuai. Caranya dengan terapis menunjukkan kepada pasien gambar anjing pada jarak yang agak jauh. Kemudian jarak gambar anjing tersebut didekatkan kepada pasien. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai pasien sudah tidak takut lagi melihat gambar anjing. Pasien dibuat rileks. Kemudian pasien diminta untuk menyentuh gambar tersebut. Jika pasien sudah berani menyentuh gambar anjing tersebut, tahap selanjutnya adalah pasien di tunjukan dengan boneka anjing. Pasien dibuat rileks kembali. Jika pasien sudah tidak takut melihat boneka anjing tersebut, pasien ditunjukkan dengan replika anjing. Pertama ditunjukkan dengan jarak yang agak jauh, setelah kecemasan sudah berkurang, replika anjing tersebut didekatkan kepada pasien. Pasien dibuat rileks kembali Kemudian pasien diminta untuk menyentuh replika anjing tersebut. Dilakukan sampai beberapa kali hingga pasien berani menyentuh replica anjing tersebut. Berikutnya, pasien ditunjukkan dengan anjing asli (yang hidup), dan pasien diminta untuk menyentuhnya. Hal ini terus dilakukan berulang kali hingga pasien sudah benar-benar tidak takut lagi dengan anjing, berani menyentuh anjing tersebut dan fobia terhadap anjing hilang.

C. Humanistik
Contoh kasus ketiga cocok diselesaikan dengan pendekatan humanistik, dimana terapis harus membantu pasien untuk menemukan kembali feeling self-nya yang asli. Dengan begitu pasien dapat mengatasi masalahnya sendiri secara mandiri. Untuk menyelesaikan kasus yang ketiga, pertama-tama terapis harus bisa memahami pasien untuk menyadari keberadaannya dalam dunia. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya secara bebas, dimana pada pasien merasakan kesepian dan kekhawatiran kehilangan kembali orang yang dicintainya, maka terapis selanjutnya memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang diungkapkan oleh pasien. Terapis meminta kepada pasien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang pasti. Terapis menantang pasien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan keputusan dengan berasumsi akan kehilangan orang yang dikasihinya lagi jika membuka hati nya untuk pemuda yang akan melamarnya dan terapis memberikan penilaian terhadap penghindaran yang dilakukan pasien. Terapis mendorong pasien untuk memeriksa jalan hidupnya selama proses terapi berlangsung. Selanjutnya terapis memberitahukan kepada pasien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia bahwa dia pada akhirnya sendiri, dan dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian keputusan yang dibuatnya. Jadi disini, pasien lah yang menentukan sendiri cara penyelesain masalah yang sedang dihadapi pasien, tetapi terapis tetap membantu pasien dalam menemukan feeling self si pasien.

D. Kognitif
Pendekatan kognitif sesuai untuk kasus yang keempat karena dalam pendekatan ini pasien diajarkan untuk berpikir secara rasional dan meningkatkan perilaku yang lebih positif dan efisien. Teknik yang cocok untuk penyelesaian contoh kasus yang keempat adalah dengan menerapkan  RET, yaitu dengan menanyakan tentang keyakinan pasien yang tidak rasional, kemudian mengkonfrontasikan ketakutannya pada hantu yang datang dan membunuhnya dengan menjelaskan bahwa legenda itu adalah sesuatu yang dibuat oleh orang awam untuk menakut-nakuti orang lain.

Sumber :
Basuki, A.M.H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Gunarsa, S.D.  (2007). KONSELING DAN PSIKOTERAPI. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hall, C.S. & Lindzey, G. (1993). TEORI-TEORI PSIKODINAMIK (KLINIS). Yogyakarta: Kanisius.

Kahija, Y.F. L. (2007). HIPNOTERAPI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sanyata, S. (2012). Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Jurnal Paradigma, 14.

Selvera, N.R. (2013). Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Menurunkan Keyakinan Irasional pada Remaja dengan Gangguan Somatisasi. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, I (I), 63-67.

Fotocopy Handout Psikologi Konseling, Ibu Nurul Qomariyah