1.
Analisa Peranan Konflik Dalam Mengembangkan Manajemen di Perusahaan
Konflik
adalah ekspresi pertikaian individu satu dengan individu yang lainnya karena
berbagai alasan. Konflik dapat diekspresikan secara verbal maupun non verbal.
Pada era sekarang ini, konflik adalah sesuatu yang harus diselesaikan dan
bahkan pada beberapa organisasi konflik yang bisa diselesaikan dijadikan
sebagai indikator kemajuan dalam organisasi. Konflik juga berperan penting
dalam suatu organisasi maupun dalam suatu perusahaan. Dengan adanya konflik,
manajemen di suatu perusahaan dapat berkembang. Bahkan beberapa perusahaan
besar cenderung memelihara konflik dalam membangun organisasinya untuk
menghasilkan strategi yang signifikan.
Manfaat
konflik dibutuhkan ketika organisasi sedang mencapai kematangan (mature), pada
saat mencapai kematangan maka ide-ide organisasi sulit timbul, karena ide sudah
terpakai habis. Agar tidak terjadi kemunduran perusahaan maka konflik
dibutuhkan untuk memunculkan ide-ide baru untuk membuat perusahaan tetap
bertahan pada keadaan puncaknya.
Konflik
memiliki dampak positif dalam mengembangkan manajemen di perusahaan, seperti sebagai pengembang daya dan semangat
kerja (menghasilkan energi jika dihadapkan pada saingan), konflik memiliki
nilai diagnosis (merupakan alat deteksi dini, bagi masalah yang akan segera
muncul), sebagai pemacu kreativitas (dalam pencarian solusi yang baru dan
kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi), memfokuskan pada tugas (konflik
merangsang para pelaku bekerja lebih keras untuk menyelesaikan tugas yang
sedang dilaksanakan).
Sementara
itu menurut Nelson dan Quick (1977), dampak positif dari konflik antara
lain: menuju ide baru, merangsang
kreatifitas, perubahan motivasi, menaikkan kekuatan organisasi, membantu
individual dan group membuat identitas, menyajikan sebagai nilai aman untuk
menunjukkan problem.
Contoh kasus:
Salah
satu perusahaan penerbangan di Indonesia terjadi konflik aksi mogok kerja yang
dilakukan oleh beberapa pilot lokal. Akibat mogok kerja yang berlangsung dari pukul 00.00 WIB
hingga 13.00 WIB, Kamis (28/7/2011), sebanyak 66 jadwal penerbangan dari
Jakarta menuju wilayah lainnya tertunda. Dampak dari aksi mogok kerja yang
dilakukan beberapa pilot, perusahaan penerbangan tersebut mengalami kerugian
sekitar 15%. Konflik ini bermula dari adanya perbedaan perlakuan
antara pilot asing dengan pilot lokal, dimana adanya sistem imbalan yang
berbeda antara pilot asing dengan pilot lokal yang hakikatnya memiliki
kedudukan dan jabatan yang sama di dalam organisasi. Perbedaan pemberian
imbalan ini menyebabkan timbulnya diskriminasi yang dirasakan oleh pilot lokal
karena tidak memperoleh gaji yang sama dengan pilot asing, padahal memiliki
kedudukan yang sama dalam organisasi.
Penyelesaian kasus:
Dari
contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa konflik terjadi antara Asosiasi Pilot
Garuda (APG) dengan pihak manajemen Garuda, dimana asosiasi pilot menginginkan
pihak manajemen memberlakukan sistem gaji yang sama dengan pilot asing yang
bekerja pada Garuda sementara pihak manajemen tidak mengabulkan permintaan
tersebut. Sehingga tidak tercapai kesepakatan dan perundingan yang dilakukan
selama ini gagal tercapai yang menyebabkan dilaksanakannya mogok kerja. Permasalahan
yang terjadi pada perusahaan tersebut dapat diselesaikan dengan menetapkan
kebijakan yang adil dan merata untuk semua karyawan di setiap jabatannya tanpa
ada pembandingan khususnya pembagian gaji yang adil antara pilot lokal dan
pilot asing. Sebaiknya kedua pihak (APG
dan manajemen Garuda) bisa memposisikan diri mereka pada posisi moderat, yang
secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang
lain. Sehingga masing-masing pihak dapat lebih memahami posisi dan perannya
masing-masing. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau pun
yang merasa terpuaskan.
2.
Peranan Kepemimpinan Untuk Mengatasi Konflik Struktural dan Konflik Fungsi
Kerja Yang Terjadi di Dalam Sebuah Sistem Manajemen di Perkantoran
Menurut Siagian (dalam Saliman,
2011) kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar
melaksanakan pekerjaan bersama menuju suatu tujuan tertentu. Sedangkan menurut Terry
(dalam Saliman, 2011) Kepemimpinan adalah hubungan yang erat ada dalam diri
orang atau pemimpin, mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja sama secara
sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai keinginan pemimpin. Dari kedua
definisi diatas dapat dikatakan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan yang
penting dalam mengatasi konflik yang terjadi di suatu organisasi maupun
perusahaan.
Terdapat
dua bentuk konflik dalam organisasi, yaitu konflik struktural dan konflik
fungsi kerja. Konflik Struktural
adalah konflik yang erat kaitannya dengan hirarki jabatan pekerjaan. Sedangkan Konflik Fungsi Kerja adalah konflik
yang muncul karena suatu departemen kerja berinteraksi dengan departemen kerja
lainnya, dimana antar departemen memiliki pemahaman yang berbeda untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus
memahami gaya penangan untuk mengatasi konflik, diantaranya:
- Integrating (Problem Solving)
Dalam gaya ini pihak-pihak yang
berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi,
kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan
masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh
salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan
masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan
utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.
- Obliging (Smoothing)
Sesuai dengan posisinya dalam gambar di atas, seseorang yang
bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan
pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan),
karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan
atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini
terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya,
penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin
dipecahkan.
- Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang
tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong
seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering
disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam
menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak
populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan
tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi
tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka
yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang
diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati
untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
- Avoiding
Taktik menghindar (avoiding)
cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika
biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada
keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan
masalah - malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran
adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous
situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat
sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
- Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada
posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan
kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give
and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan
untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan
berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak
antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya
yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian
konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam
penyelesaian masalah.
Contoh
Kasus:
Salah
satu hotel bintang tiga yang berada di kota Surabaya, Jawa Timur memiliki 400
kamar yang terdiri dari kamar standart, deluxe, dan suite. Occupancy hotel tersebut
cukup tinggi, rata-rata sekitar 70% setiap harinya, bahkan untuk waktu-waktu
tertentu occupancy hotel tersebut mencapai 100%. Namun dibalik semua itu, Hotel
tersebut sangat tidak nyaman bagi karyawannya. Di Hotel tersebut, karyawan
benar-benar dibuat frustasi oleh gaji yang kecil, makanan yang kurang layak,
serta perencanaan karir yang tidak jelas lantaran Direksi sekaligus pemilik
Hotel seringkali menurunkan jabatan seseorang, atau bahkan mengeluarkan
seseorang hanya karena alasan pribadi. Seseorang yang menjabat sebagai seorang
Asisten Manager, bisa jadi langsung diturunkan menjadi seorang staff Houseekeeping,
lantaran berbuat kesalahan pada direksi hotel tersebut, namun, di sisi lain,
seorang staff biasa pun dapat langsung melejit menjadi seorang Manager hanya
dalam hitungan minggu apabila dekat dengan Direksi. Sementara itu, Human Resources Development Manager yang
semestinya menjadi orangyang paling berwenang dalam mengelola Sumber Daya
Manusia di Hotel itu justru menjadi macan ompong yang tidak dapat berbuat apa-apa,
karena seluruh kebijakan di Hotel tersebut di intervensi oleh Direksi yang juga
pemilik Hotel tersebut, termasuk kebijakan HRM.
Penyelesaian
Kasus:
Dari contoh kasus di atas merupakan
salah satu contoh konflik struktural. Seharusnya Dewan Direksi hotel tersebut
harus lebih bijak dalam memimpin perusahaannya itu. Sangat tidak etis apabila masalah
pribadi antara karyawan dengan Dewan Direksi disangkutpautkan dengan penurunan
jabatan karyawan yang secara mendadak. Jika karyawan memang benar melakukan
suatu kesalahan, alangkah baiknya karyawan tersebut di tegur dan diberi
peringatan, tidak serta merta langsung membuat keputusan secara impulsif dengan
menurunkan jabatan karyawan tersebut atau memecat karyawan tersebut. Untuk mengatasi
konflik tersebut, Dewan Direksi bisa menggunakan gaya penanganan konflik Compromising, yaitu memadukan
antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain secara seimbang. Gaya ini
merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach)
dari pihak-pihak yang terlibat. Dimana dewan Direksi dengan karyawan melakukan
kompromi/negosiasi mengenai masalah-masalah yang dirasakan oleh para karyawan
di hotel tersebut, seperti sistem imbalan yang kecil, pemberian makan siang
yang kurang layak untuk dimakan, serta tidak adanya pengangkatan karyawan
tetap.
3.
Praktek Dehumanisasi Yang Muncul Dalam Praktek-Praktek Manajemen
Praktek dehumanisasi
adalah praktek-praktek kehidupan yang mencerminkan tindakan yang kurang
manusiawi, yang biasanya ditunjukkan dengan tindakan kasar dan keras kepada
pekerja yang bisa mencederai rasa seseorang untuk menjalankan pekerjaannya
dengan penuh rasa nyaman, sehingga menjadi sulit berkonsentrasi dalam bekerja. Praktek
dehumanisasi biasanya sering terjadi pada pekerja buruh. Dimana mereka bekerja
diperlakukan sewenang-wenang dan tidak diperlakukan secara layak ataupun adil. Praktek
dehumanisasi lainnya yang masih terjadi adalah adanya larangan menggunakan
jilbab di suatu perusahaan tertentu. Dengan adanya dehumanisasi membuat para
pekerja tidak melakukan pekerjaannya secara maksimal, karena ada hal-hal yang
menurut mereka menganggu dan membuat mereka merasa tidak adil dan tidak nyaman.
Hingga akhirnya ada beberapa pekerja yang memilih untuk resign atau berhenti bekerja daripada harus melanjutkan
pekerjaannya dengan terpaksa.
Contoh
Kasus 1:
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menegur menajemen Tiara Mall
yang melarang karyawannya berhijab atau mengenakan jilbab. Usai menemui jajaran
manajemen Tiara Mall bersama jajaran Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB, ia
mengatakan ketidak bolehan karyawan berhijab di Tiara Mall ini masuk kategori
diskriminasi, namun itu khusus untuk karyawan yang ada di bagian konter-konter
pakaian "Sedangkan untuk karyawan dibagian lain, seperti bagian gudang dan
administrasi masih diperbolehkan," katanya.
Terkait dengan itu, Dinsosnakertrans
Kota Mataram akan terus melakukan upaya komunikasi dengan pihak Tiara Mall,
sebab perusahaan itu juga akan melakukan rapat dengan jajaran manajemennya.
"Kami juga akan melakukan rapat dengan pengawas ketenagakerjaan. Intinya
masalah ini menjadi perhatian khusus kita," ujarnya.
Pelanggaran:
Dari contoh kasus di atas, pelanggaran
yang terjadi adalah pelanggaran HAM (hak asasi manusia) dan pelanggaran Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 13/2003 pasal 5 dan 6 yang menyebutkan perusahaan tidak
boleh melakukan diskriminasi terhadap pekerja. Apakah itu atas nama agama
ataupun atas jenis kelamin atau lain sebagainya,
Contoh
Kasus 2:
Salah satu pabrik kuali di daerah
tengerang, bos dari pemilik pabrik tersebut melakukan perbudakan dan
peganiayaan terhadap karyawan di bawah umur. Pada awalnya bos tersebut mengiming-imingi
buruh dengan gaji Rp 1,5 juta per bulan serta fasilitas mess yang nyaman.
Kenyataannya, 30 buruh disekap dalam kamar 3x4 meter. Tenaga mereka diperas bak
budak. Jika ketahuan mau lari, para buruh pun dipukuli.
Diduga ada anggota TNI dan Polri
yang membekingi pabrik tersebut. Warga sekitar pabrik pun enggan melapor pada
aparat. Terbongkarnya perbudakan itu berawal dari dua buruh asal Lampung yang
telah bekerja selama empat bulan. Keduanya berhasil melarikan diri dari
tempatnya bekerja. Alasannya karena mereka mengalami siksaan, perlakuan kasar,
penyekapan dan tidak ada pemberian hak-hak buruh dari majikan selama bekerja
Mereka mengadukan perampasan kemerdekaan orang dan penganiayaan, sebagaimana
dimaksud Pasal 333 KUHP dan Pasal 351 KUHP.
Lalu, keluarga juga melaporkan kasus
itu ke Komnas HAM. Dari hasil koordinasi dengan Polda Metro-Polda Lampung serta
Polresta Tangerang pada 5 Mei 2013 lalu maka dilakukan pengecekan lapangan. Dari
hasil pengecekan, kemudian ditemui fakta lapangan serta membawa 25 buruh, lima
mandor, pemilik usaha Yuki serta istrinya bersama Kades Desa Lebak Wangi ke
Mapolres untuk dimintai keterangan. Dari
hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai Izin Industri dari
Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari
Kecamatan Cikupa. Lalu, kepolisian juga menemui tempat istirahat buruh berupa
ruang tertutup ukuran 8 meter x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar,
kondisi pengap, lembap, gelap. Fasilitas kamar mandi pun jorok dan tidak
terawat. Tak hanya itu, sejumlah peralatan berupa ponsel, dompet, uang, dan
pakaian yang dibawa buruh ketika awal bekerja disita oleh Yuki dan disimpan
istrinya tanpa argumentasi yang jelas. Buruh juga tidak mendapatkan gaji selama
dua bulan dengan besaran 600 ribu per bulannya. Polisi pun mendapatkan enam
buruh disekap, dengan kondisi dikunci dari luar, pakaian yang digunakan cenderung
kumal, tidak diganti berbulan-bulan, robek dan jorok. Kondisi badan buruh juga
tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit seperti
kurap dan gatal-gatal serta tampak tidak sehat.
Pelanggaran:
Dari contoh kasus di atas, pelanggaran
yang terjadi adalah pelanggaran HAM (hak asasi manusia) dan melanggar Pasal 333
KUHP tentang Perampasan Hak Kemerdekaan warga Negara, Pasal 351 KUHP tentang
Penganiayaan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 24 UU 5/1984 tentang
Perindustrian, Pasal 2 undang-undang No. 21/2007 tentang perdagangan orang,
Pasal 88 No. 23/2002 tentang perlindungan anak di bawah umur.
Sumber:
Saliman.
(2011). Kepemimpinan, konflik dan strategi penanggulangannya. Yogyakarta