I. Pengertian Terapi Kelompok
Menurut Suharto (2007) Terapi Kelompok
adalah salah salah satu metoda pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok
sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya. Terdapat definisi formal dari beberapa tokoh mengenai
Terapi Kelompok (dalam Suharto, 2007) sebagai
berikut:
1. Terapi Kelompok adalah metoda pekerjaan sosial dengan
mana pengalaman-pengalaman kelompok digunakan oleh pekerja sosial sebagai
medium praktik utama yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian sosial,
pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok (Margaret E. Hartford).
2. Terapi Kelompok adalah suatu metoda khusus yang
memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu dan kelompok untuk tumbuh
dalam setting-setitng fungsional
pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan (Harleigh B. Trecker).
3. Terapi Kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok
yang tujuan utamanya untuk membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki
penyesuaian sosial mereka dan tujuan keduanya untuk membantu kelompok mencapai
tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat (Nasional Association of Social
Work/NASW).
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Terapi Kelompok adalah suatu metoda pekerjaan sosial dimana
kelompok digunakan sebagai media untuk membantu anggota-anggota dalam kelompok untuk
memperbaiki penyesuaian sosial mereka serta dapat mencapai tujuan-tujuan yang
disepakati oleh masyarakat.
Penekanan dalam Terapi
Kelompok (dalam Slamet, 2007) ialah memahami gangguan dalam relasi
interpersonal dan mengurang gangguan itu dalam setting kelompok. Anggota kelompok biasanya berkisar dari 5 sampai
10 anggota. Terapi kelompok dapat berlangsung selama beberapa minggu,
beberapa bulan atau beberapa tahun dan biasanya dilakukan seminggu sekali. Keunggulan dalam Terapi Kelompok ialah bahwa anggota
kelompok dianggap mewakili suatu lingkungan interpersonal dengan lebih baik daripada
hanya satu orang terapis, sehingga dapat lebih menjamin perbaikan hubungan
interpersonal.
II. Cara melakukan terapi kelompok
Menurut Zastrow (dalam Suharto, 2007)
tahap-tahap dalam melakukan Terapi Kelompok ada lima, yaitu diantaranya tahap intake,
tahap asessmen dan perencanaan intervensi, tahap penyeleksian anggota, tahap
pengembangan kelompok serta tahap evaluasi dan terminasi.
1. Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan mengenai
masalah spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. Tahap
ini disebut juga sebagai tahap kontrak antara pekerja sosial (terapis) dengan
klien, karena pada tahap ini dirumuskannya persetujuan dan komitmen antara
mereka unutk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui
kelompok.
2. Tahap Asessmen dan Perencanaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama dengan anggota kelompok
mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana
tindakan pemecahana masalah. Dalam kenyataannya, tahap ini tidaklah definitive, karena hakekatnya kelompok
senantiasa berjalan secara dinamis sehingga memerlukan penyesuaian
tujuan-tujuan dan rencana intervensi.
3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap
orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan
keterlibatannya dalam kelompok. Dalam beberapa kasus penyelesaian anggota
kelompok didasarkan pada pertimbangan bahwa orang tersebut akan mampu
memberikan kontribusi terhadap kelompok (usia, jenis kelamin, status sosial) perlu
dipertimbangkan dalam tahap ini. Minat dan ketertarikan individu terhadap
kelompok juga penting diperhatikan, karena anggota yang memiliki perasaan
positif terhadap kelompok akan terlibat dalam berbagai kegiatan secara teratur
dan konsisten.
4. Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan
tujuan-tujuan kelompok akan muncul pada tahap ini, dan akan mempengaruhi serta
dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas serta relasi-relasi yang berkembang dalam
kelompok. Pekerja sosial pada tahap ini harus memainkan peranan yang aktif
dalam mendorong kelompok mencapai tujuan-tujuannya.
5. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Pada tahap evaluasi, dilakukukan pengidentifikasian
atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Selanjutnya,
setelah melakukan evaluasi dan monitoring
(monitoring adalah pemantauan proses
dan keberhasilan kelompok yang dilakukan pada setiap phase), dilakukanlah
terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasarkan
pertimbangan dan alasan sebagai berikut: (a) tujuan individu maupun kelompok
telah tercapai, (b) waktu yang ditetapkan telah berakhir, (c) kelompok gagal
mencapai tujuan-tujuannya, (d) keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu
atau lebih anggota kelompok.
Terapi
kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian beasar berasal dari jenis-jenis
terapi individual (Tomb, 2004),
diantaranya:
1.
Kelompok Eksplorasi Interpersonal
– tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tetang gaya hubungan
interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain.
Pasien diterima dan didukung. Oleh karena itu, dapat meningkatkan harga diri.
Tipe ini yang paling umum dilakukan.
2. Kelompok
Bimbingan Inspirasi – kelompok yang sangat terstruktur, kohesif, mendukung,
yang meminimalkan pentingnya tilikan dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam
kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar (misal, alcoholis anonymus). Anggota kelompok
dipilih seringkali karena mereka “mempunyai problem yang sama”.
3. Terapi
Berorientasi Psikoanalitik – suatu teknik kelompo dengan struktur yang longgar,
terapis melakukan interpretasi tentang konflik nirsadar pasien dan memprosesnya
dari observasi interaksi antar anggota kelompok.
III. Manfaat
Terapi Kelompok
Beberapa manfaat
yang didapatkan dari Terapi Kelompok yaitu diantaranya:
1. Dapat membentuk perubahan perilaku terhadap dari klien.
Perubahan perilaku yang diubah mengarah pada kebiasaan dari klien
sehingga klien mendapatkan pemahaman kenapa perilaku yang sudah
menjadi kebiasaannya dianggap tidak diharapkan kelompok.
2. Membentuk sosialisasi
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan
kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku
defensive dan adaptasi.
4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi
psikologis seperti kognitif dan afektif.
5. Dapat meningkatkan identitas diri si klien.
6. Klien dapat menyalurkan emosi secara konstruktif.
7. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
8. Meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati dan meningkatkan kemampuan tentang
masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
IV. Kasus-kasus yang diselesaikan dalam Terapi
Kelompok
Kasus-kasus yang biasa diselesaikan dalam Terapi
Kelompok yaitu diantaranya kecanduan alkohol, obat-obat terlarang, rokok,
kemalasan bekerja, konflik antar pegawai, dan lain sebagainya. Beberapa kasus
di atas biasanya dialami oleh para pegawai yang bekerja di dunia industri. Contoh
kasus lainnya seperti kecemasan, perilaku kekerasan pada penderita skizofrenia,
kenakalan remaja, dll. Terapi Kelompok
sangat cocok/sesuai untuk mengatasi masalah-masalah seperti kasus di atas.
V. Rangkuman dari satu contoh kasus dalam Terapi
Kelompok
Kesulitan utama dalam usaha
berhenti merokok adalah minimnya motivasi untuk berhenti. Kondisi itu bisa
ditanggulangi apabila seseorang yang ingin berhenti turut ambil bagian dalam
terapi yang melibatkan individu lain yang juga sedang berupaya menghentikan
kebiasaan itu. Adanya
contoh konkrit bisa menjadi pendorong atau pembangkit motivasi seseorang untuk
berhenti merkok.
Dalam suatu terapi kelompok di Klinik Stop Rokok,
Rumah Sakit Sahid Sahirman, Sudirman, Jakarta, diagendakan materi berbagi
pengalaman dan cerita individu yang tengah berusaha berhenti merokok. Disini dihadirkan
seseorang sebagai contoh konkrit yang berhasil berhenti merokok kemudian
menceritakan pengalamannya selama menjalani proses berhenti merokok. Pengalaman
dan cerita itu selanjutnya menjadi bahasan dari para peserta (klien) dalam
terapi kelompok. Beberapa pembahasan yang dibahas oleh para peserta misalnya, “Apakah
langkah yang dilakukan sudah tepat atau belum? Lalu, langkah selanjutnya apa?” Biasanya,
solusinya muncul sendiri dalam pemikiran individu yang bersangkutan. Tugas psikolog
disini adalah hanya mengarahkan dan memediasi. Sesekali psikolog boleh memberikan
solusi apabila ada semacam kompleksitas yang dialami individu. Kompleksitas yang
dimaksud adalah persoalan yang belum bisa ditemukan solusinya oleh individu
yang mengikuti terapi. Dalam terapi kelompok untuk kasus seperti ini sangat membutuhkan
komitmen yang kuat dari klien sendiri, sebab tidak mudah bagi klien untuk mengikuti
proses terapi kelompok dari awal sampai selesai dimana terjadi perubahan
perilaku yang diharapkan. Berhasilnya seseorang untuk dapat berhenti merokok selain
efektivitas kehadiran orang lain yang memotivasi, juga harus diikuti dengan
kesadaran diri dari si individu untuk merubah kebiasaan perilaku merokok
menjadi tidak merokok.
VI. DAFTAR
PUSTAKA
Sasongko,
A & Pitakasari, A.R. (2011). Cari motivasi untuk berhenti merokok? Coba
temukan teman senasib. Republika.
Diakses pada tanggal 9 Mei 2015, dari http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/11/07/13/lo9h8i-cari-motivasi-untuk-berhenti-merokok-coba-temukan-teman-senasib
Slamet, I.S.S &
Markam, S. (2007). Pengantar psikologi
klinis. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Suharto,
E. (2007). Pekerjaan
Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate
Social Responsibility). Bandung:
Refika Aditama.
Tomb,
D.A. (2004). Psikiatri (Ed.6).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.