BAB
I
PENGANTAR
A.
Orientasi Kesehatan Mental
Secara etimologis, kata “mental”
berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis” artinya roh,
sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan terkandung dalam
kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Oleh karena itu, kesehatan
mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental)
(Yusak Burhanuddin, 1999: 9). Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan
mental mengalami perkembangan sebagai berikut.
a.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa
(neurosis dan psikosis).
b.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan
masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan
umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh.
Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan
kebahagiaan hidup.
c.
Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta
mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta
terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
d.
Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin sehingga membawa kebahagiaan
diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin (Sururin, 2004:144).
Saparinah
Sadli, mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan jiwa, yaitu:
1. Orientasi Klasik
Pengertian
klasik disini mengandung arti sempit, karena kajian ilmu kesehatan mental lebih
diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan & penyakit jiwa. Sehingga
muncul intervensi dengan pendekatan biologis-medis dengan melakukan terapeutik
dan kuratif untuk penyembuhan konflik-konflik dan trauma masa lalu.
Seseorang
dianggap sehat bila ia tidak mempunyai kelakuan tertentu, seperti ketegangan,
rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasan tak berguna, yang semuanya
menimbulkan perasaan “sakit” atau rasa “tak sehat” serta mengganggu efisiensi
kegiatan sehari-hari. Aktivitas klasik ini banyak dianut di lingkungan
kedokteran.
2.
Orientasi penyesuaian diri
Orang
dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan diri sendiri & lingkungan sekitarnya, lingkungan yang dimaksud
adalah norma sosial. Orang yang sehat mampu menyesuaikan diri agar terhindar
dari konflik-konflik sehingga orang tersebut mampu belajar respon yang adaptif.
3.
Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf
kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan. Pengembangan potensial yang dimaksud adalah
pelepasan sumber-sumber yang tersembunyi dari bakat, kreativitas, energi dan
dorongan, sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Disini
seseorang mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki.
B. Konsep Sehat
Sehat
(Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh
(keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya
terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan
No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik,
mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif
baik secara sosial maupun ekonomis.
World
Health Organization (WHO, 2001),
menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang
disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk
mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan
menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.
Konsep sehat dapat dijelaskan
berdasarkan 5 dimensi, yaitu:
1.
Dimensi Emosi
Sehat secara dimensi emosi adalah orang
yang dapat menstabilkan atau dapat mengontrol perasaannya seperti
mengekspresikan rasa sedih, kesal, marah maupun senang dengan secara tidak
berlebihan.
2.
Dimensi Intelektual
Sehat secara dimensi intelektual
adalah orang yang dapat memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang dan mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri.
3.
Dimensi Sosial
Sehat secara dimensi sosial adalah
orang yang dapat berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain ataupun dengan
kelompok tanpa membedakan agama, ras, suku, dll, dengan saling menghargai satu
sama lain.
4.
Dimensi Fisik
Sehat secara dimensi fisik adalah
seseorang dinyatakan secara klinis tidak
ada penyakit atau semua organ tubuhnya normal, tidak ada gangguan apapun
didalam fungsi tubuhnya, atau dengan kata lain orang tersebut tidak merasakan
sakit maupun mengeluh sakit.
5.
Dimensi Spiritual
Sehat secara dimensi spiritual
adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada agama kepercayaan nya
masing-masing, serta kondisi jiwa dan id mereka dianggap sehat karena pikiran
mereka jernih dan tidak melakukan sesuatu hal diluar batas.
Adapun
ciri-ciri individu yang normal atau sehat (Warga, 1983) pada umumnya adalah
sebagai berikut:
- Bertingkah laku menurut norma-norma
sosial yang diakui.
- Mampu mengelola emosi.
- Mampu mengaktualkan potensipotensi
yang dimiliki.
- Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan
sosial.
- Dapat mengenali resiko dari setiap
perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya.
- Mampu menunda keinginan besar untuk
mencapai tujuan jangka panjang.
- Mampu belajar dari pengalaman.
- Biasanya gembira.
C. Sejarah Perkembangan Kesehatan
Mental
Gerakan
Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat
mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat
barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
1.
TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan
kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan
sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan
gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang
manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap
penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
2. TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM
– abad ke-6 M)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh
bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus,
dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya
lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi
biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari
aliran yang meyakini adanya roh jahat.
3. TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI
KESEHATAN MENTAL
Mulai muncul pada abad ke-17:
Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan:
persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental
di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai
penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh
lain yang mendukung adalah :
a.
William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum
b.
Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa
Amerika
c.
Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental
pertama
d.
Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan
kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
e.
Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan
kesehatan mental di Amerika.
4. TAHAP PENGENALAN FAKTOR
PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental
ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori
penanganan penderita gangguan mental secara medis dan
psikologis.
Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose,
katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah
mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental.
Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
5. TAHAP MULTIFAKTORIAL
Mulai berkembang setelah Perang
Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan
medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan
sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental
individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental
dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”),
William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita
gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
a.
pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan
mental
b.
penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada
penderita gangguan mental
c.
mengadakan riset terkait
d.
mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait
yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The
Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).
BAB II
TEORI
KEPRIBADIAN SEHAT
A. Aliran Psikoanalisa
Sigmund
Freud (1856-1939), adalah tokoh yang memfokuskan teorinya pada aliran
psikoanalisa sehingga ia dikenal sebagai Bapak Psikoanalis. Aliran ini melihat
dari sisi negatif individu, masa lalu, analisis mimpi dan juga alam bawah
sadar. Kepribadian tersusun dari 3 sistem pokok yaitu : id, ego, dan superego.
Id merupakan sistem kepribadian yang asli dan
merupakan sumber energi utama bagi hidup manusia. Id merupakan rahim tempat ego
dan superego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis
diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Id terdiri dari
dorongan-dorongan biologis dasar seperti kebutuhan makan, minum, seks, dan
agresifitas.
Dalam
Id terdapat dua jenis energi yang saling bertentangan dan sangat mempengaruhi
kehidupan individu, yaitu insting kehidupan dan insting mati. Dorongan-dorongan
dalam Id selalu ingin dipuaskan, dan dalam pemuasannya Id selalu berupaya
menghindari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan (prinsip kesenangan
atau Pleasure Principle).
Ego
timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang
sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Misalnya orang yang lapar harus mencari,
menemukan, dan memakan makanan sampai tegangan karena merasa lapar dapat
dihilangkan.
Superego adalah gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral
masyarakat yang ditanamkan oleh adapt istiadat, agama, orangtua, guru, dan
orang lain kepada anak. Karena itu pada dasarnya superego adalah hati nurani
seseorang yang menilai benar atau salahnya tindakan seseorang. Itu berarti
superego mewakili nilai-nilai ideal dan selalu berorientasi pada kesempurnaan.
Freud
juga membagi aktivitas mental individu dalam beberapa tingkatan berdasarkan
sejauh mana individu menyadari gejala-gejala psikis yang timbul, yaitu :
1). Tingkat sadar atau kesadaran (conscious
level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dapat disadari
setiap saat seperti berpikir, persepsi, dan lain-lain.
2). Tingkat prasadar (preconscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala
psikis yang timbul bias disadari hanya apabila individu memperhatikannya,
misalnya memori, pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari, dan lain-lain.
3). Tingkat tidak disadari (unconscious level)
Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala
psikis tidak disadari oleh individu. Gejala-gejala ini muncul misalnya dalam
dorongan-dorongan immoral, pengalaman-pengalaman yang memalukan,
harapan-harapan yang irasional, dorongan-dorongan seksual yang tidak sesuai
dengan norma masyarakat, dan lain-lain. Tingkat tidak disadari inilah yang
merupakan objek studi psikoanalisa. Dikatakan Freud pada tahun 1942 : “tujuan
utama psikoanalisa sebenarnya tidak lebih dari mencapai dan dapat mengungkap
kehidupan mental yang tidak disadari”. Teori Freud sendiri kemudian banyak
mengalami perkembangan baik oleh dirinya sendiri maupun oleh para pengikutnya
seperti : Alfred Adler, Karen Horney, Erich Fromm, dan lain-lain.
Dapat
disimpulkan bahwa menurut aliran psikoanalisa manusia bersifat terbatas, yaitu
mengabaikan potensi-potensi yang dimiliki manusia. Manusia dilihat dari sisi
sakit, yaitu bahwa kodrat manusia bersifat negative (neurotics dan psikotis),
dan juga kodrat manusia digambarkan pesimistis, yaitu manusia adalah korban
dari tekanan-tekanan biologis dan juga konflik-konflik pada masa kanak-kanak.
Aliran ini meyakini bahwa interaksi
individu pada awal kehidupannya serta konflik intrapsikis yang terjadi akan mempengaruhi
perkembangan kesehatan mental seseorang. Faktor Epigenetik mempelajari
kematangan psikologis seseorang yang berkembang seiring pertumbuhan fisik dalam
tahap-tahap perkembangan individu, juga merupakan faktor penentu kesehatan
mental individu.
B.
Aliran Humanistik
Humanistik mulai muncul sebagai
sebuah gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an sebagai reaksi
terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran Humanistik merupakan
konstribusi dari psikolog-psikolog terkenal seperti Gordon Allport, Abraham
Maslow dan Carl Rogers.
Saya akan menjelaskan sedikit
mengenai teori kepribadian sehat dari salah satu pelopor aliran Humanistik yakni Abraham Maslow. Maslow
percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa
mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori
tentang Hierarchy of Needs atau Hirarki Kebutuhan. Kehidupan
keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan
psikologisnya. Setelah perang dunia ke II, Maslow mulai mempertanyakan
bagaimana psikolog psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak
menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan
pikir manusia.
Psikolog humanis percaya bahwa
setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi potensi
dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan
bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di
sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari
seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang
dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat
mengalami "puncak pengalamannya" saat manusia tersebut selaras dengan
dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, manusia yang
mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman
dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.
Interpretasi
dari Hirarki Kebutuhan Maslow yang direpresentasikan dalam bentuk piramida
dengan kebutuhan yang lebih mendasar ada di bagian paling bawah. Maslow
menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai
teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah
sebagai berikut :
- Kebutuhan
fisiologis
Kebutuhan
homeostatik : makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan
seks.
- Kebutuhan
akan rasa aman
Kebutuhan
keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, batas, bebas dari
takut dan cemas.
- Kebutuhan
untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan
kasih sayang, keluarga, sejawat, pasangan, anak. Kebutuhan menjadi bagian
kelompok, masyarakat. (Menurut Maslow,kegagalan kebutuhan cinta & memiliki
ini menjadi sumber hampir semua bentuk psikopatologi).
- Kebutuhan
untuk dihargai
Internal:
kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian.
Eksternal:
kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi,
menjadi penting, kehormatan dan apresiasi.
- Kebutuhan
untuk aktualisasi diri
Kebutuhan
orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan
kreatif, realisasi diri, perkembangan self.
Menurut aliran humanistik
kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan potensi yang
terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalkan pengalaman-pengalaman
yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk belajar mengenai suatu
pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan respon individu yang
bersifat pasif.
Ciri dari kepribadian sehat adalah
mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau individu yang
terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri adalah
mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap individu, karena setiap
individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala
sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia
jauh lebih banyak memiliki potensi. Manusia harus dapat mengatasi masa lampau,
kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan
tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.
Aliran
ini meyakini bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh hirarkhi kebutuhan yang dimiliki.
Selain itu, individu diyakini memiliki kemampuan memahami potensi dirinya dan berkembang
untuk mencapai aktualisasi diri.
C.
Pendapat Fromm
1.
Pengertian dasar teori Fromm
Fromm mengembangkan teorinya tentang
kepribadian kedalam suatu seri buku-buku yang popular. Sistemnya menggambarkan
kepribadian sebagai yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial yang
mempengaruhi individu dalam masa kanak-kanak dan juga oleh kekuatan-kekuatan
historis yang telah mempengaruhi perkembangan spesies manusia.
Fromm menulis, “Kita adalah
orang-orang yang harus menjadi sesuai dengan keperluan-keperluan masyarakat
dimana kita hidup”. Fromm percaya bahwa kekuatan-kekuatan sosial dan kultural
begitu penting, maka perlu menganalisis struktur masyarakat supaya memahami
struktur anggota-anggota individu dalam masyarakat itu.
Fromm melukiskan hakikat keadaan
manusia sebagai kesepian dan ketidakberartian. Ia berbicara tentang
pembagian eksistensial dan pembagian historis dalam kodrat manusia sebagai
akibat dari evolusi kita dari binatang-binatang yang lebih rendah, suatu proses
yang membiarkan kita menjadi sungguh-sungguh bebas tetapi mengorbankan rasa
aman dan rasa memiliki.
Menurut Fromm, manusia adalah
makhluk yang unik dan kesepian. Sebagai akibat dari evolusi kita dari
binatang-binatang yang lebih rendah, kita tidak lagi bersatu dengan alam; kita
telah mengatasi alam. Tidak seperti tingkah laku binatang, tingkah laku kita
tidak terikat pada mekanisme-mekanisme instink. Akan tetapi perbedaan yang
sangat penting antara manusia dan binatang yang lebih rendah terletak pada
kemampuan kita akan kesadaran diri, pikiran, daya khayal.
2. Kepribadian Sehat
menurut Fromm
Fromm menyebut kepribadian yang
sehat itu: orientasi produktif, yakni
suatu konsep yang serupa dengan kepribadian yang matang dari Allport, dan orang
yang mengaktualisasikan diri dari Maslow. Konsep itu menggambarkan penggunaan
yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata
“orientasi”, Fromm menunjukkan bahwa kata itu merupakan suatu sikap umum atau
segi pandangan yang meliputi semua kehidupan, respon-respon intelektual,
emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda dan
peristiwa-peristiwa di dunia dan juga terhadap diri.
Kata “produktif”, Fromm mengartikan
kata itu menjadi lebih luas. Mungkin akan berguna jika memikirkan arti
produktivitas sama dengan berfungsi sepenuhnya, mengaktualisasikan diri,
mencintai, keterbukaan dan mengalami. Akan tetapi ada salah satu pengertian
dimana kepribadian sehat dan produktif benar-benar menghasilkan sesuatu yang
sangat penting dari orang, yakni diri.
3. Ciri-ciri
kepribadian yang sehat menurut Fromm
a)
Cinta yang produktif
Adalah suatu hubungan
manusia yang bebas dan sederajat dimana partner-partner dapat mempertahankan
indiviualitas mereka.
b)
Pikiran yang produktif
Meliputi kecerdasan,
pertimbangan dan objektivitas. Pemikiran produktif didorong oleh perhatian yang
kuat terhadap objek pikiran. Pemikiran yang produktif berfokus pada seluruh
gejala dengan mempelajarinya, bukan pad kepingan-kepingan gejala yang terpisah.
c)
Kebahagiaan
Merupakan suatu bagian
integral dan hasil kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif;
kebahagiaan itu menyertai seluruh kegiatan produktif. Dikatakan bahwa
orang-orang yang produktif adalah orang yang berbahagia.
d)
Suara hati
Fromm membedakan 2 tipe
suara hati, akni suara hati otoriter dan suara hati humanistis. Suara hati
otoriter adalah penguasaan dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin
tingkah laku orang itu. Penguasa itu bisa berupa orangtua, negara, dll. Suara
hati otoriter ialah antithesis terhadap kehidupan produktif. Sedangkan suara
hati humanistis ialah suara dari diri dan bukan dari suatu perantara dari luar.
Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya
dan menyingkap seluruh kepribadian , tingkah laku-tingkah laku yang
menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam.
BAB III
PENYESUAIAN DIRI
A. Konsep Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri memang belum bisa
digunakan sebagai tolok ukur derajad kesehatan mental seseorang, tapi tidak
dapat dipungkiri bahwa penyesuaian diri sampai tingkat tertentu merupakan
syarat mutlak bagi sehat tidaknya seseorang secara mental. Penyesuaian diri
tetap merupakan faktor yang harus diperhitungkan untuk mempertimbangkan
kesehatan mental seseorang, karena salah satu ciri orang yang sehat adalah dia
mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Penyesuaian diri sering kali
dimengerti sebagai kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan harapan
kelompok. Individu yang sehat semestinya mampu memahami harapan kelompok tempat
individu yang bersangkutan dan melakukan
tindakan yang sesuai dengan harapan tersebut.
Penyesuaian diri juga dipahami
sebagai mengatur kembali ritme hidup atau jadwal harian. Orang yang memiliki
penyesuaian diri yang baik adalah orang yang dengan cepat mampu mengelola
dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya, Andi bisa
mematuhi nasehat dokter untuk mengatur pola dan jenis makanannya karena ia menderita
diabetes.
Selain itu, penyesuaian diri juga
sering dipahami sebagai belajar hidup dengan sesuatu yang tidak dapat diubah.
Orang memiliki penyesuaian diri yang baik bila bisa menerima keterbatasan yang
tidak dapat diubah. Misalnya, Andi mengalami cacat fisik karena kecelakaan
motor, tetapi ia bisa menerima keterbatasannya itu, sehingga Andi bisa
melakukan kembali aktivitasnya seperti sebelum kecelakan tersebut terjadi.
Dalam Bahasa Inggris, istilah
penyesuaian diri memiliki dua kata yang berbeda maknanya, yaitu adaptasi (adaptation) dan penyesuaian (adjustment).
Adaptasi yang dimaksud disini adalah
individu yang melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Jadi, diri
individulah yang berubah untuk melakukan penyesuaian. Contoh, bila menghadapi
suhu yang panas maka individu tidak memakai pakaian yang berbahan tebal, atau
minum air dingin supaya tetap merasa nyaman.
Penyesuaian (adjustment) dipahami sebagai mengubah lingkungan agar menjadi lebih
sesuai dengan diri individu. Contoh, pada suhu yang panas, individu menyalakan
AC supaya suhu ruangan berubah menjadi dingin. Pada contoh ini, individu tidak
berubah, tetapi lingkunganlah yang berubah.
Orang yang tidak bisa menyesuaikan
diri dengan baik disebut dengan istilah maladjusted.
Banyak yang berpendapat bahwa ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan baik (maladjusted) itu sama dengan abnormal.
Padahal sebenarnya orang yang maladjusted
tidak selalu abnormal. Sebaliknya, orang yang abnormal pasti maladjusted.
Individu yang mampu menyesuaikan
diri dengan baik, umumnya memliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki persepsi yang akurat
terhadap realita.
- Kemampuan untuk beradaptasi dengan
tekanan atau stress dan kecemasan.
- Mempunyai gambaran diri yang
positif tentang dirinya.
- Kemampuan untuk mengekspresikan
perasaannya.
- Mempunyai relasi interpersonal yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hall,
Calvin S. & Gardner Lindzey. Editor: Sugiyono. 1993. Psikologi Kepribadian 1, Teori-Teori
Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Schultz,
D. 1991. Psikologi Pertumbuhan,
Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Siswanto.
2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Sumber lain:
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1-2005-tatikharya-497-BAB2_410-0.pdf
wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26410/PPT+07.+Maslow.ppt