MANUSIA DAN KEADILAN
A. Pengertian Keadilan
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak atau
sewenang-wenang, sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang
tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang.
Keadilan adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup
kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan hak hidup dengan bekerja keras
tanpa merugikan orang lain. Hal ini disebabkan oleh karena orang lain pun
mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita pun mengakui hak hidup orang lain,
kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mempertahankan hak
hidupmereka sendiri.jadi, keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau
keharmonisan antara menuntut hak, dan menjalankan kewajiban.
Dalam bukunya M. Munandar sulaiman,
menyatakan pengertian keadilan menurut beberapa teori antara lain :
·
Menurut
Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartiakan
sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan
terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang
atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang
telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil
yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian
yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terhadap proporsi tersebut disebut
tidak adil.
·
Menurut
Plato merupakan proyeksi pada diri manusia sehingga orang yang dikatakan adil
adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaanya dikendalikan oleh akal .
·
Menurut
Socrates merupakan proyeksi pada pemerintah karena pemerintah adaklah pimpinan
pokok yang menetukan dinamika masyarakat .
·
Kong Hu Cu berpendapat bahwa
keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja
sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini
terbatas pada nilainilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut
pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan
pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada
keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain,
keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya
dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
B. Keadilan Sosial
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai
sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut ”
keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia
yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa pars pemimpin Indonesia yang
menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi
ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran
yang merata diuraikan secara terperinci.
Selanjutnya
untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu
dipupuk, yakni :
1)
Perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2)
Sikap
adil terhadap sesama, menjaaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati
hak-hak orang lain.
3)
Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4)
Sikap
suka bekerja keras.
5)
Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya
keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara
lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu : 1) pemerataan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan. (2)
pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. (3) pemerataan
pembagian pendapataan (4) pemerataan kesempatan kerja. (5) pemerataan
kesempatan berusaha (6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. (7) pemerataan penyebaran
pembangunan di seluruh wilayah tanah air. (8) pemerataan kesempatan memperoleh
keadilan.
C. Berbagai Macam Keadilan
1. Keadilan Legal atau Keadilan
Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan
substansi rohani umum dari masyarakat yang rnembuat dan menjaga kesatuannya.
Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang mcnjalankan pekerjaan yang
menurut sifat dasamya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat
Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menycbutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk
memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu
masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakt bilamana setiap anggota
masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya.
2. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana
bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama
secara tidak sarna (justice is done when equals are treated equally). Sebagai
contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan
hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan larnanya
bekerja.
3. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan urnurn. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya
sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah
kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut
satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama
dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau
kesanggupan yang terlempir malalui kata-kata ataupun yang masih terkandung
dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat. Seseorang yang
tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah
terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan
orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran
mewujudkan keadilan, sedang keadilan mununtut kemuliaan abadi, jujur memberikan
keberaniaan dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhumya
budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sernpuma, apabila
lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat
merugikanmu, serta jangan pula bcrdusta, walaupun dustamu dapat
menguntungkanmu. Barangsiapa berkata jujur serta bcrtindak scsuai dcngan
kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur adalah lebih
baik daripada orang pandai yang lancung. Barangsiapa tidak dapat dipercaya
tutur katanya. atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, termasuk golongan
orang munafik sehingga tidak menerima belas kasihan Tuhan.
Nilai Kejujuran atau Amanah adalah salah satu dari lima
nilai Moral Islam. Setiap manusia setidaknya terikat satu perjanjian dengan
Penciptanya untuk tidak menyembah Iblis (QS Yaasiin 36:60). Namun manusia dapat
membuat perjanjian tambahan yaitu berjuang di jalan Allah (QS At-Taubah 9:111).
Perjanjian tersebut wajib dipenuhi.
E. Kecurangan
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan
jujur.
Curang
atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud
memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu
diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah
keuntungan, yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan
mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan
menyebabkan manusia menjadi serakah. tamak, ingin menimbun kekayaan yang
berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling
kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti
itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama
apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa
menghiraukan orang lain, lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal
semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
Bermacam-macam sebab orang
melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitar. Ada
empat aspek yaitu ekonomi, aspek budaya, aspek peradaban, dan aspek teknik.
Apabila ke empat aspek tersebut di laksanakan secara wajar, maka segalanya akan
berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila
manusia dalam hatinya telah di gerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia
akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
F. Perhitungan (HISAB) dan Pembalasan
Pengertian hisab disini adalah,
peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan
menetapkannya. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia
tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang
mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya. Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari
pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses
hisab). Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses
manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.
Hisab Menurut Istilah Aqidah
Memiliki Dua Pengertian :
Pertama
: Al ‘Aradh (pemaparan). Juga demiliki mempunyai dua pengertian juga.
- Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di
hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini
mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
- Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka,
penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan
pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan
(hisab yasir) .
Kedua :
Munaqasyah, dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan
keburukan . Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan
sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya
terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan
dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia
tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan
pemeriksaan yang mudah”. Maka Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang
dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi]
Hisab pasti ada
Kepastian
adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
"Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah", [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
"Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)".
[al Insyiqaq / 84:10-12]
"Sesungguhnya
kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah
menghisab mereka". [al Ghasyiyah / 88 : 25-26]
"Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan
apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya
Allah amat cepat hisabnya". [al Mu’min / 40 : 17]
Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ’alaihi
wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau berkata:
لَيْسَ أَحَدٌ
يُحَاسَبُ إِلَّا
هَلَكَ قُلْتُ
يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَلَيْسَ
اللَّهُ يَقُولُ
حِسَابًا يَسِيرًا
قَالَ ذَاكِ
الْعَرْضُ وَلَكِنْ
مَنْ نُوقِشَ
الْحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku
(Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang
mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa
hisabnya, maka binasa”.
Imam
Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah,
seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam
hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi
mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan mengampuninya.
Demikian
juga umat Islam, sepakat atas hal ini. Sehingga apabila seseorang mengingkari
hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari
kebangkitan.
G. Pemulihan Nama Baik
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika
ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan
batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan
nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh
dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya.
Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara
berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang,
perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Tingkah
laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai
dengan kodrat manusia, yaitu :
a) manusia menurut sifat dasamya adalah
mahluk moral
b) ada aturan-aturan yang berdiri sendiri
yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku
moral tersebut.
Pada hakekatnya, pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya: bahwa apa yang diperbuatnya
tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak.
Ahlak berasal dati bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari
khuluq dan dati akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu,
tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai
manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak
yang baik.
Ada tiga macam godaaan yaitu derajat/pangkat, harta dan
wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan
terjerurnus ke jurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta
dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara
lain, fitnah, membohong, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang
diharamkan.
Untuk memulihkan nama baik
manusia harus tobat atau minta maaf.
Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
H. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain.
reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah
laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Sebagai contoh, A memberikan
makanan kepada B. Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. Perbuatan
tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa
Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan
pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan dan
pembalasan yang diberikan pun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di
neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang
bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam
bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila
manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral
pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan
kewajiban manusia.
Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar
atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu.
Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar