STRES
A. Arti
Penting Stres
Stres adalah suatu kondisi dinamis saat
seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang
terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya
dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi
kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol
secara sehat. (ref:edy64).
Stres
tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena
stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi
hasil. Sebagai contoh, banyak professional memandang tekanan berupa beban kerja
yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagaitantangan positif yang menaikkan
mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
Ada
beberapa tokoh yang memberikan definisi mengenai stres.
1. J.P. Chaplin (1999)
Ia mendefinisikan stress sebagai suatu
keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis.
2.
Atkinson
(1983)
Stres terjadi ketika orang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun
psikologisnya. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu
terhadap situasi stres ini sebagai respon stres.
3. Rice (2002)
Stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang
menyebabkan individu merasa tegang.
4.
Lazarus
(1999)
Stress adalah rasa cemas atau terancam yang
timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai
melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai.
5.
Menurut Atwater (1983)
Stres merupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang menghendaki
individu untuk meresponnya secara adaptif.
6. Feldman
(1989)
Stres adalah suatu proses dalam rangka menilai suatu peristiwa
sebagai suatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan; serta individu
merespon peristiwa itu baik pada level fisiologis, emosional, kognitif dan
tingkah laku.
7. Hans
Selye (dalam, Hahn&Payne, 2003)
Stres adalah respon yang tak spesifik dari tubuh terhadap
berbagai tuntutan yang ada, dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik
atau emosional.
Dari
berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan
yang menekan diri individu. Stres merupakan proses psikobiologikal
(adanya: stimulus yang membahayakan fisik dan psikis bersifat mengancam, lalu
memunculkan reaksi-reaksi kecemasan).
General Adaptation Syndrome (GAS) dari Selye
Selye
(dalam Sarafino, 2006), mengembangkan istilah General
Adaptation Syndrome (GAS) yang
terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
- Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
Pada fase ini
individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya
berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat
dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
- Fase perlawanan (Stage of Resistence )
Pada fase ini tubuh
membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan
membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan
berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai
oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
- Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase disaat orang
sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang
sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh
yang lemah.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES.
Merupakan gabungan dari faktor
internal (individu) dan eksternal (sosial), yaitu:
1.
Faktor Sosial
a. jumlah peristiwa yang
menjadi stressor, kemunculannya secara bersamaan.
b. situasi tertentu, misal:
dengan siapa kita hidup, seberapa lama kita mengalami stres tersebut.
2.
Faktor Individual
a.
Karakteristik kepribadian individu, misal: pemarah, ambisius, agresif.
b.
Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan stres, antara
lain: inteligensi, fleksibilitas berpikir, banyak akal.
c. Harga
diri (self-esteem).
d.
Bagaimana individu menerima atau mempersepsikan peristiwa yang potensial
memunculkan stres.
e.
Toleransi terhadap stres, tergantung pada: kondisi kesehatan, tingkat
kecemasan.
EFEK DARI STRES
Stres menampakkan diri dengan
berbagai cara. Sebagai contoh, seorang individu yang sedang stres berat mungkin
mengalami tekanan darah tinggi, seriawan, jadi mudah jengkel, sulit membuat
keputusan yang bersifat rutin, kehilangan selera makan, rentan terhadap
kecelakaan, dan sebagainya. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori umum:
1.
Gejala
Fisiologis
Terdapat riset yang menyimpulkan bahwa
stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung
dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan
memicu serangan jantung.
2.
Gejala
Psikologis
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat
menyebabkan ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan. Ketidakpuasan adalah efek
psikologis sederhana tetapi paling nyata dari stress. Namun stres juga muncul
dalam beberapa kondisi psikologis lain, misalnya, ketegangan, kecemasan,
kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.
3. Gejala Perilaku
Gejala stres
yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas,
kemangkiran, dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan
makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan
ketidakteraturan waktu tidur.
B. Tipe-tipe Stres Psikologis
1. Tekanan (Pressure)
Tekanan bersumber dari:
· dalam diri (misal: ambisi)
· luar diri (misal: kompetisi di lingkungan)
· gabungan keduanya.
Apabila terlalu keras menuntut
diri sendiri, dapat memunculkan perilaku self-defeating, dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang
berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis).
2. Frustrasi (Frustration)
Muncul karena adanya hambatan terhadap
motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat muncul akibat tidak
adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar, tidak ada makanan; atau
adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya
rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya kesempatan.
Sumber frustrasi dari dalam diri
individu: (a) tidak punya kemampuan, (b) rendahnya komitmen, (c) rendahnya
kepercayaan diri, (d) perasaan bersalah, (e) karakteristik individu: jenis
kelamin, warna kulit.
Tingkat frustrasi tertentu
merupakan bagian dari proses pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik
dan seksual sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen
pada orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan perilaku yang
agresif, semakin rendah toleransi kita terhadap frustrasi maka semakin mudah
kita untuk cenderung menjadi agresif.
3. Konflik
Muncul ketika individu berada
dalam kondisi di bawah tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang
saling bertentangan secara simultan atau bersamaan. Konflik dibedakan berdasar
nilai dari masing-masing pilihan; jika pilihannya memiliki tujuan yang positif bagi individu maka dinamakan
sebagai approach tendency. Sedangkan
jika pilihannya memiliki tujuan negatif dinamakan
avoidance
tendency.
Macam-macam konflik:
a.
approach-
approach conflict, adalah suatu konflik antara dua tujuan yang positif, dimana
kedua tujuan itu mempunyai daya tarik yang sama.
b.
avoidance-avoidance
conflict, adalah konflik yang melibatkan dua pilihan yang sama-sama
memiliki konsekuensi negatif.
c.
approach-avoidance
conflict, adalah konflik yang paling sulit dipecahkan. Satu objek
memiliki konsekuensi positif maupun negatif.
d.
double
approach-avoidance conflict, adalah konflik yang melibatkan dua alternatif yang sama-sama
punya konsekuensi positif dan negatif.
4. Kecemasan
Merupakan perasaan samar-samar,
rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Gejala cemas:
jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin. Secara psikologis dianggap
wajar jika dalam intensitas yang normal, karena kecemasan merupakan tanda alarm
yang memperingatkan kita bahwa bahaya sudah dekat dan membangkitkan kita untuk
meresponnya secara tepat.
Kecemasan dibagi 2 berdasarkan
ukurannya:
- Kecemasan taraf ringan-sedang: menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety).
- Kecemasan yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxiety).
C. Symptom-Reducing
Respons Terhadap Stres
Ada dua macam penyesuaian
untuk mengurangi gejala stres:
1) Yang bersifat tak disadari: adalah defense mechanism
(mekanisme pertahanan diri atau ego).
2) Yang bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain;
melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres; misal tertawa.
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia untuk
menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis.
Mekanisme ini dipelopori oleh Sigmund Freud, yang digunakan untuk
mengatasi emosi negatif. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul saat
individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama
sekali. Strategi ini tidak mengubah situasi stress, melainkan semata-mata
bertujuan untuk mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi.
Berikut akan diuraikan
jenis-jenis Defense Mechanism, yaitu:
1)
Represi (repression)
Berusaha
menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting)–fungsi
normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu
waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi
kaku.
2)
Supresi (supression)
Upaya
sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan
kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Berusaha menolak
atau menghambat realita internal.
3)
Pengingkaran (Denial)
Menolak
melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam.
Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4)
Rasionalisasi
Usaha
untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang
diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception
sangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang
lain.
5)
Regresi
Mengurangi
ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak
kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan
sebelumnya.
6)
Proyeksi
Upaya
individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta
orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang
tersebut.
7)
Reaksi-formasi
Mengalihkan
motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi
kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau
moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua
berlebihan.
8)
Sublimasi (displacement)
Tidak
tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang
sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong
orang.
9)
Acting
Out
Membebaskan
tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dgn mengekspresikannya secara
simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil
modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak
disadari.
10)
Fantasi
Membebaskan
tekanan dengan tindakan imajinasi. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam
film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi
realita).
SARANA COPING UNTUK STRES MINOR
Merupakan respon terhadap stres
ringan, yang sangat dipengaruhi oleh proses belajar individu. Berlaku otomatis,
tetapi lebih disadari oleh individu (ada pada level kesadaran). Sarana yang
dilakukan dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan,
serta pola kebiasaan individu dalam menghadapi stres.
Jenisnya:
a. kontak fisik (dielus), makan, minum
b.
tertawa, menangis, memaki/ mengutuk
c.
membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri
d.
melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olahraga, jalan-jalan,
main games).
D. Pendekatan Problem Solving Terhadap Stres
Merupakan jenis penyesuaian
terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan sumber stres,
tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu, sehingga
lebih efektif.
Jenisnya:
- memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.
- memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.
MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP STRES
- Toleransi terhadap tekanan
Membiasakan diri bekerja di
bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
- Toleransi terhadap frustrasi
Berusaha lebih independen
terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita belajar untuk menunda
pemuasaan atau kesenangan.
- Toleransi terhadap konflik
Menyadari adanya konflik
mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.
- Toleransi terhadap kecemasan
Mencoba tetap merasakan
kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak pengalaman dan
belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas.
PENDEKATAN YANG BERORIENTASI TUGAS
- Pendekatan Asertif
Merupakan pendekatan yang
menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan keinginan
tanpa merebut hak orang lain.
- Pendekatan Menarik Diri
Dapat dilakukan apabila sumber
stress tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi. Strategi sementara
untuk mengatasi stres yang dapat berakibat memperburuk kesehatan individu
tersebut. Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan biaya kuliah.
- Berkompromi
Biasa digunakan apabila agen
sumber stress memiliki otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama
seimbang. Baik-buruknya sangat tergantung pada sejauhmana kepuasan dapat
diperoleh individu, dan sebesar apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi
stres.
HUBUNGAN
INTERPERSONAL
A. Model-Model Hubungan
Interpersonal
Ada sejumlah
model untuk menganalisa hubungan interpersonal. Coleman dan Hammen, menyebutkan
4 buah model, yaitu: (1) Model Pertukaran Sosial, (2) Model Peranan, (3) Model
Permainan, (4) Model Interaksional.
- Model Pertukaran Sosial
Model Sosial disebut juga sebagai bentuk relationship dengan
pertukaran yang adil. Tujuannya adalah mencapai kepuasaan kebutuhan di antara
individu-individu yang terlibat (mutual
satisfaction of needs). Orang berhubungan dengan
orang lain karena mengharapkan sesutau yang memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan
Kelley, pemuka utama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial
sebagai berikut “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisa adalah bahwa
setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial
hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari dari segi ganjaran
dan biaya. Ada tiga prinsip dasar komunikasi dalam Model Sosial, yaitu:
a) Reward (Ganjaran)
ialah setiap akibat yang
dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Macam penghargaan
ada yang nyata (makanan, seks, uang) dan kompleks (pengakuan, restu). Nilai
suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan
antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.
b) Cost (Biaya)
adalah akibat yang dinilai
negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Sering diistilahkan dengan kerugian.
Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga
diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu
atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan.
c)
Outcomes (perolehan)
dalam hubungan merupakan selisih antara rewards
dan costs. Bila rewards dikurangi cost hasilnya minus,
maka hubungan cenderung berakhir.
d)
Comparison
level (standar pembanding)
yaitu harapan individu mengenai tingkat rewards
dan costs yang mereka inginkan dalam hubungan tertentu. Banyak orang
memiliki standar pembanding yang tinggi dengan banyak rewards dan
sedikit costs. Jika apa yang diterima dalam hubungan tidak sesuai dengan
standar pembanding, maka individu akan kecewa dalam hubungan. Sebaliknya bila
standar pembanding rendah, maka individu cenderung bahagia dengan berbagai
hubungan yang dijalin.
- Model Peranan
Model peranan
menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh
masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang
baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya.
- Model Permainan
Model
ini berasal dari psikiater Eric Berne (1964, 1972) yang menceritakannya dalam
buku Games People Play. Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis
transaksional. Merupakan
konsep yang menjelaskan sistem yang berhubungan antara perasaan dalam diri
individu dengan persepsinya yang dimanifestasikan dalam pola-pola perilaku,
seperti kata-kata yang diucapkan, perubahan suara, ekspresi wajah, gerak tubuh,
dan posisi tubuh.
Yang mendasari permainan ini
adalah tiga kepribadian manusia yaitu orang tua (P), orang dewasa(A), dan
anak-anak (C).
- Anak (child ego state) = seluruh keinginan dan perasaan yang muncul secara alami, terdiri
dari: natural child (free child) dan socialized child
- Orangtua (parent ego state) = seluruh persepsi, sikap dan pola perilaku orangtua,
dipelajari dari luar diri sepanjang perkembangan kita terutama dari orangtua,
terdiri dari: nurturing parent (mendukung, membimbing) dan critical
parent (mengendalikan, menekan).
- Dewasa (adult ego state) = bersifat rasional dan berorientasi pada realita, muncul dari proses berbagai sumber untuk mengatur perilaku (biasanya socially desirable).
Ketiganya bersifat esensial. Dapat menjadi tidak
sesuai apabila terjadi ketidakseimbangan kepribadian, misal: sangat dominan, terlalu
kaku. Biasanya setiap individu memiliki satu ego state dominan, tetapi
ketiganya dapat digunakan. Yang dianggap efektif adalah free child, nurturing parent, dan adult.
- Model Interaksional
Model ini
memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural,
integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua
sistem mempunyai kecenderungan untuk
memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu,
segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat
dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.
B. Pembentukan Kesan dan
Ketertarikan Interpersonal
PEMBENTUKAN KESAN
Kesan muncul dalam waktu singkat,
biasanya hanya merupakan hasil pengamatan indera semata (misal: kontak mata),
merupakan penilaian singkat yang disesuaikan dengan harapan subjektif, serta
hanya menyimpan sedikit informasi tentang objek pengamatan tersebut. Objek
kesan antara lain: jenis kelamin, usia, ras, daya tarik fisik, cara berpakaian.
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kesan:
- Terbatasnya informasi
- Kesamaan (asumsi kesamaan), membandingkan objek dengan diri kita.
- Isyarat yang keliru, seperti: perempuan yang ramah pasti mau diajak kencan.
- Stereotipe, merupakan keyakinan umum, seperti: rambut gondrong pasti anak berandal; profesor biasanya berkepala botak.
- Kesalahan logis, seperti: orang yang mudah menarik perhatian biasanya cerdas dan intelek atau orang sukses dan sebaliknya.
- Hallo effect dan devil effect, rasa suka atau tidak suka akan mempengaruhi penilaian kita terhadap perilaku orang lain.
KETERTARIKAN INTERPERSONAL
Individu
mulai tertarik pada individu lain karena beberapa faktor berikut:
- Kedekatan fisik (physical proximity), misal: satu fakultas, tetangga dekat.
- Kesamaan diri, contoh: punya kesamaan prinsip, sikap, atau latar sosial budaya.
- Saling menyukai (mutual liking). Penelitian Aronson (1980) yang terkait:
-
kita akan menyukai orang yang
menyukai kita
-
orang akan menyukai kita
apabila kita menyukainya
-
kita lebih menyukai seseorang
yang rasa sukanya mulai muncul atau bertambah kepada kita, daripada dengan orang
yang telah dari dulu menyukai kita.
- Ketertarikan fisik, biasanya tergantung pada standar individu, jenis kelamin, dan budaya.
-
laki-laki menyukai perempuan
karena daya tarik seksualnya.
-
perempuan menyukai laki-laki
karena kepribadiannya atau kecakapannya.
C. Intimasi dan Hubungan
Pribadi
KONSEP KEINTIMAN
Membicarakan suatu relasi yang
intim, akan mengarahkan kita pada aspek emosional manusia yang biasanya dikaitkan
dengan ikatan cinta. Termasuk di dalam relasi yang intim adalah kedekatan antara
individu, saling berbagi, adanya komunikasi, dan usaha untuk saling mendukung.
Keintiman memiliki arti kelekatan personal kepada individu lain, dimana pasangan
tersebut saling berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Sedangkan hubungan
personal (intim) merupakan hubungan yang memiliki kedekatan emosional antara
dua orang atau lebih, seperti dengan teman, kekasih, sahabat, yang mungkin atau
tidak melibatkan keintiman baik secara fisik atau seksual.
Berdasarkan pendekatan dalam
Teori Hubungan Interpersonal, keintiman dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Fair-exchange model
Keintiman merupakan hubungan
satu sama lain tidak menghitung untung-rugi, antar pasangan saling memberi dan
menerima secara spontan di mana satu sama lain merasa terpuaskan.
- Transactional analysis model
Keintiman melibatkan kasih sayang,
game-free transaction antar
pasangan, dengan sedikit manipulasi di antara keduanya.
- Role model
Keintiman diharapkan sebagai
hubungan personal yang kaya, memiliki komunikasi yang terbuka antara pasangan, dan
keterlibatan mendalam secara emosional melebihi peranperan lain yang
diharapkan.
KONDISI-KONDISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEINTIMAN.
Keintiman bukanlah suatu relasi
yang begitu saja terjadi. Suatu hubungan interpersonal dapat berkembang lebih
mendalam menjadi intim, apabila kondisi-kondisi berikut ini berkembang ke arah
positif. Adapun, kondisi tersebut adalah:
- Saling mengungkapkan diri
Mutual self-disclosure dapat diartikan sebagai kesadaran antara dua orang atau lebih
untuk berbagi pemikiran dan perasaan terdalamnya. Pengungkapan diri berhubungan
erat dengan kepercayaan (trust).
- Kesesuaian pribadi (compatibility)
Kesesuaian pribadi merupakan
faktor yang menghubungkan antara pengungkapan diri dengan keintiman pada
individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian adalah kesamaan:
budaya, sosial, latar pendidikan, minat, temperamen, pemikiran, serta keinginan
saling melengkapi.
- Saling membantu
Kondisi saling membantu dalam
suatu relasi terdiri atas keinginan membantu pasangan serta keinginan mendapatkan
bantuan dari pasangan (mutual). Tahapan dalam kondisi tersebut adalah memahami pasangan
dengan arah berempati, unconditional giving, dan menyesuaikan diri dengan gaya keintiman pasangan.
Sumber:
Basuki,
Heru. (2008). Psikologi Umum.
Jakarta: Universitas Gunadarma.
Dewi,
Kartika Sari. (2012). BUKU AJAR:
KESEHATAN MENTAL. Semarang: UPT UNDIP
Press.
Rakhmat,
Jalaluddin. (1994). Psikologi Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Riyanti,
B.P. Dwi., Hendro Prabowo. (1998). Psikologi
Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Widyarini, Nilam. 2005. BAB 10. KETERTARIKAN ANTAR PRIBADI. http://nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30402/BAB+10.+DAYA+TARIK+INTERPERSONAL.pdf
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerima kasih infonya,
BalasHapussaya mau tanya dong kalo pedofilia itu termasuk dalam stres ga ya? kalo seandainya iya, penyebabnya apa?
Dianita, terimakasih atas kunjungannya :)
Hapusmenurut saya pedofilia itu tidak termasuk dalam stres. Sepengetahuan saya, pedofilia itu termasuk dalam gangguan kejiwaan. Sebelumnya saya akan menjelaskan arti dari pedofilia itu sendiri.
Pedofilia itu terdiri dari dua suku kata; pedo (anak) dan filia(cinta). Pedofilia adalah gangguan kejiwaan yang bisa terjadi pada setiap orang baik laki-laki maupun perempuan yang sudah dewasa ataupun pada remaja yang telah mulai dewasa (dengan usia 16 tahun atau lebih tua), untuk melakukan aktivitas seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda), dan bahkan terkadang korbannya adalah anak di bawah umur.
Pedofilia juga termasuk dalam perilaku seksual abnormal, karena adanya dorongan yang kuat berulang-ulang berupa hubungan kelamin dengan anak pra-pubertas atau kesukaan abnormal terhadap anak, aktivitas seks terhadap anak-anak (Dorlan. 1998).
Perilaku seks abnormal adalah perilaku seks yang tidak dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi juga dengan kebutuhan individu mengenai kebahagiaan, perwujudan diri sendiri, atau peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik.
Etiologi penyebab dari pedofilia sendiri belum diketahui secara pasti. Namun, kebanyakan ahli menganggap pedofilia sebagai akibat dari faktor psikososial dari pada karakteristik biologi (gen). Sebagian orang berpendapat bahwa pedofilia adalah hasil dari yang telah mengalami pelecehan seksual sebagai seorang anak.
Kalau ditanya apakah stres bisa menyebabkan seseorang menjadi pedofil atau engga? Menurut saya pribadi, mungkin saja bisa. Seperti yang telah diuraikan diatas, “pedofilia adalah hasil dari yang telah mengalami pelecehan seksual sebagai seorang anak”. Jadi kemungkinan, pedofilia juga merupakan korban pelecehan seksual ketika ia masih kanak-kanak, dan kejadian tersebut membuat pasien menjadi stres traumatis, yaitu stres yang disebabkan oleh pelecehan seksual yang dapat menyebabkan perubahan penting dalam fungsi dan perkembangan otak.
Ciri-ciri pedofilia itu sendiri meliputi:
1) Berulang kali selama minimal 6 bulan, pasien memiliki keinginan kuat seksual, fantasi atau perilaku mengenai aktivitas seksual dengan anak belum matang seksual (biasanya usia 13 tahun atau di bawah).
2) Seseorang berbuat atas dorongan seksual ini atau dorongan ini menimbulkan tekanan atau gangguan kepribadian interpersonal.
3) Pasien adalah 16 atau lebih tua dan paling sedikit 5 tahun lebih tua dari anak.
Untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap, dapat dilihat melalui link berikut ini:
http://www.slideshare.net/farickin/phedofilia-ppt
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.minddisorders.com/Ob-Ps/Pedophilia.html&ei=OTLqTO3pFpSmvQOXm6TCCA&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=3&ved=0CD0Q7gEwAg&prev=/search%3Fq%3DPedophilia%26hl%3Did%26sa%3DG%26biw%3D1280%26bih%3D673%26prmd%3Dvfdb
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia